Perjalanan saya ke Ternate adalah sebuah petualangan yang menggabungkan keindahan alam dan kedalaman sejarah. Begitu menginjakkan kaki di pulau yang kaya akan rempah-rempah ini, saya merasakan aura magis yang terpancar dari setiap sudutnya.
Ternate, yang pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah, kini berdiri megah dengan sejarah yang kaya dan pesona alam yang menakjubkan.
Kota Ternate terletak di Provinsi Maluku Utara, Indonesia, di bawah kaki gunung api Gamalama yang masih aktif. Kota ini pernah menjadi ibu kota sementara Provinsi Maluku Utara secara de facto dari tahun 1999 hingga 2010, sebelum Sofifi diresmikan sebagai ibu kota baru pada tanggal 4 Agustus 2010.
Sebagai sebuah kota kepulauan, Ternate terdiri atas delapan pulau: Pulau Ternate sebagai pulau utama, dan Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Mayau, dan Pulau Tifure sebagai pulau berpenduduk. Terdapat juga tiga pulau kecil yang tidak berpenghuni, yakni Pulau Maka, Pulau Mano, dan Pulau Gurida.
Geografi Ternate yang berbukit dan dikelilingi laut biru ini memberikan keindahan alam yang luar biasa serta beragam aktivitas wisata, mulai dari snorkeling hingga hiking.
Kesultanan Ternate adalah salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia, berdiri sejak abad ke-13. Kesultanan ini memainkan peran penting dalam perdagangan rempah-rempah di Asia Tenggara. Ternate menjadi pusat kekuasaan, terutama di bawah Sultan Zainal Abidin, yang dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana dan memperkuat kedudukan Ternate di pasar dunia.
Di bawah naungan Kesultanan, Ternate tidak hanya menjadi tempat bertemunya berbagai budaya tetapi juga menjadi pusat penyebaran agama Islam di wilayah timur Indonesia.
Saya memulai perjalanan di Keraton Kesultanan Ternate, sebuah istana megah bergaya abad ke-19. Pembangunan keraton ini dimulai pada tahun 1810 di bawah Sultan Muhammad Ali, dan keraton ini menjadi simbol kekuasaan dan kemakmuran Kesultanan Ternate.
Istana ini dibangun dengan menggabungkan arsitektur lokal dan pengaruh Eropa, menghadap ke arah laut dengan perbentengan kokoh yang mengelilinginya.
Di tengah terik matahari, saya berjalan memasuki kompleks keraton yang dikelilingi oleh perbentengan kokoh. Ketika memasuki gerbang Ngara Upas, rasa ingin tahuku semakin membara. Dua anak tangga yang curam, masing-masing terdiri dari 27 anak tangga, membawa saya ke beranda yang dikenal sebagai balkon.