Kudus, sebuah kota kecil di Jawa Tengah, dikenal tidak hanya karena sejarahnya yang kaya, tetapi juga karena kuliner tradisionalnya yang menggugah selera. Salah satu sajian yang paling ikonik dari Kudus adalah Nasi Pindang, hidangan yang kaya akan cita rasa dan sejarah.
Pada kunjungan kali ini, saya tidak hanya menikmati keindahan arsitektur bersejarah, tetapi juga berburu Nasi Pindang di berbagai sudut kota.
Masjid Menara Kudus: Simbol Akulturasi Budaya
Perjalanan saya di Kudus dimulai dengan kunjungan ke Masjid Menara Kudus atau yang juga dikenal dengan nama Masjid Al-Aqsa Manarat Qudus.
Masjid ini didirikan oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 Masehi, dan menjadi salah satu destinasi paling ikonik di Jawa Tengah. Terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Masjid Menara Kudus terkenal dengan menaranya yang menyerupai candi Hindu-Buddha, yang menjadi simbol akulturasi budaya dalam penyebaran Islam di Jawa.
Menara ini mencerminkan perpaduan budaya Islam dengan arsitektur Hindu-Buddha, memperlihatkan betapa harmonisnya proses pengislaman yang dilakukan oleh Wali Songo. Setelah menjelajahi masjid dan sekitarnya, saya melanjutkan perjalanan untuk menjelajahi kuliner yang tak kalah melegenda di Kudus, yaitu Nasi Pindang Kudus.
Nasi Pindang Kudus: Kuliner Legendaris dari Daging Kerbau
Ketika berbicara tentang kuliner Kudus, orang mungkin lebih familiar dengan Soto Kudus, yang sangat populer di kota-kota besar seperti Jakarta. Namun, di Kudus sendiri, Nasi Pindang daging kerbau menjadi hidangan yang tidak kalah istimewa.
Keunikan Nasi Pindang ini terletak pada penggunaan daging kerbau, berbeda dengan banyak kuliner di daerah lain di Indonesia yang lebih sering menggunakan daging sapi.
Penggunaan daging kerbau dalam Nasi Pindang Kudus merupakan tradisi yang dipengaruhi oleh Sunan Kudus, yang melarang penggunaan daging sapi sebagai bentuk toleransi terhadap umat Hindu pada masa itu. Daging kerbau ini diolah dengan kuah pindang yang kaya rempah dan disajikan bersama daun melinjo yang memberikan aroma khas.
Yang membuat Nasi Pindang semakin istimewa adalah penyajiannya yang menggunakan pincuk daun pisang, serta suru, sendok tradisional yang juga terbuat dari daun pisang. Ini tidak hanya menambah keunikan, tetapi juga membawa nuansa tradisional yang kental.