Salah satu masalah terbesar yang dihadapi industri mode global, termasuk di Indonesia, adalah produksi berlebih. Menurut McKinsey, hingga 40% pakaian yang diproduksi dijual dengan harga diskon, dan beberapa tidak terjual sama sekali, menciptakan limbah yang besar.
Produksi yang berlebihan ini tidak hanya membuang-buang sumber daya tetapi juga meningkatkan emisi gas rumah kaca dari proses produksi, distribusi, dan pembuangan.Mengurangi produksi berlebih dapat menjadi salah satu langkah paling efektif dalam menurunkan jejak karbon industri mode.
Dengan fokus pada kualitas daripada kuantitas, produsen dapat menciptakan produk yang lebih tahan lama dan mengurangi limbah yang tidak perlu. Hal ini juga dapat mendorong perubahan pola konsumsi, di mana konsumen diharapkan untuk membeli barang yang lebih sedikit tetapi berkualitas lebih tinggi.
Jejak Karbon dan Target Global: Mendorong Industri Mode Indonesia untuk Lebih Hijau
Menurut McKinsey, setiap tahun industri mode mengeluarkan emisi gas rumah kaca yang setara dengan emisi gabungan dari Prancis, Jerman, dan Inggris. Jika industri ini tidak segera mengambil tindakan drastis untuk mengurangi emisinya, kita akan melampaui jalur 1,5 derajat yang ditetapkan oleh Perjanjian Paris 2015.
Di Indonesia, mengurangi jejak karbon dalam industri mode masih merupakan tantangan besar, tetapi ini juga membuka peluang bagi inovasi dan kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, produsen, dan konsumen. Beberapa perusahaan tekstil di Indonesia telah mulai memanfaatkan bahan daur ulang, seperti plastik PET dari botol bekas yang diubah menjadi serat tekstil.
Langkah ini tidak hanya mengurangi limbah plastik tetapi juga menurunkan emisi dari proses produksi tekstil konvensional. Selain itu, beberapa merek lokal mulai mengadopsi model bisnis sirkular, di mana produk mode didesain untuk memiliki siklus hidup yang lebih panjang dan dapat didaur ulang.
Dukungan Pemerintah dan Kolaborasi: Membangun Masa Depan Mode Berkelanjutan
Keberhasilan mode berkelanjutan di Indonesia tidak hanya bergantung pada inisiatif sektor swasta, tetapi juga pada dukungan pemerintah dan kolaborasi antar pemangku kepentingan. Pemerintah telah meluncurkan berbagai kampanye untuk mengurangi limbah plastik dan mempromosikan produk lokal yang ramah lingkungan.
Namun demikian, masih banyak yang harus dilakukan, termasuk memperkuat regulasi terkait produksi tekstil berkelanjutan, meningkatkan infrastruktur daur ulang, dan mendukung inovasi di sektor ini.
Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat sipil sangat penting untuk mempercepat transisi ke mode ramah lingkungan. Dengan bekerja sama, kita dapat menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi dan mendorong adopsi praktik bisnis yang berkelanjutan di seluruh rantai pasok mode di Indonesia.
Kesimpulan: Menuju Masa Depan Mode yang Lebih Berkelanjutan