Generasi Z, atau yang sering disebut sebagai Gen Z, menghadapi tantangan yang signifikan dalam dunia kerja saat ini, baik di Indonesia maupun secara global. Meskipun memiliki berbagai keterampilan dan pendidikan yang memadai, mereka sering kali menemukan bahwa peluang karier tidak sebanyak yang diharapkan.
Hal ini terutama terjadi pada sektor-sektor yang sangat diminati, seperti teknologi dan keuangan. Dengan persaingan yang begitu ketat, banyak dari mereka merasa terjebak di antara harapan dan kenyataan.
Kevin Ali, CEO Organon, sebuah perusahaan perawatan kesehatan yang berfokus pada wanita, baru-baru ini menyatakan bahwa Organon menerima 1 juta lamaran untuk hanya 9.500 posisi yang tersedia. Ini berarti kurang dari 1% pelamar mendapatkan pekerjaan.
Kondisi serupa terjadi di perusahaan besar seperti Google, di mana peluang untuk dipekerjakan bahkan lebih rendah. Bagi banyak pencari kerja, terutama pria muda, hal ini dapat menjadi pukulan bagi moral mereka, menimbulkan rasa frustrasi dan ketidakpastian tentang masa depan karier mereka.
Di Indonesia, situasi serupa terjadi di banyak sektor. Menurut laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka untuk angkatan kerja muda, termasuk Gen Z, masih tinggi. Banyak perusahaan mengurangi perekrutan akibat ketidakpastian ekonomi, terutama di sektor-sektor yang terdampak pandemi.
Meskipun sektor digital sedang berkembang, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan di bidang ini tetap sangat ketat. Banyak lulusan baru, meskipun memiliki gelar dan keterampilan yang relevan, harus berjuang keras untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai.
Di samping itu, perusahaan besar yang biasanya menjadi target utama pencari kerja muda sekarang lebih selektif dalam perekrutan. Banyak pemimpin bisnis mengeluhkan etos kerja generasi muda atau menganggap mereka kekurangan bakat, tanpa melihat peran mereka sendiri dalam membina generasi berikutnya.
Padahal, di tengah kemajuan teknologi dan otomatisasi, perusahaan harus lebih berhati-hati dalam menambah jumlah karyawan. Kehadiran AI dan ancaman otomatisasi semakin memperumit kalkulasi ini bagi pengusaha, membuat mereka waspada untuk tidak menambah "berat badan" di saat mereka mungkin perlu menguranginya di masa depan.
Kreativitas dan Ketangguhan Gen Z
Namun, kabar baik bagi Gen Z adalah bahwa mereka tidak hanya duduk diam menunggu kesempatan datang. Banyak dari mereka yang menjadi lebih tangguh dengan menciptakan peluang sendiri.
Misalnya, anak seorang kolega saya, yang pada awalnya sulit mendapatkan pekerjaan tradisional, kini mengambil kursus gratis di bidang AI dan keamanan siber melalui Google. Ia melakukannya di sela-sela kesibukannya menyelenggarakan turnamen golf dan bermain poker.
Kejadian tersebut bukanlah cerita yang unik---banyak temannya melakukan hal yang sama, berusaha meningkatkan keterampilan mereka dengan memanfaatkan sumber daya online yang tersedia.