Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Memahami Peran dan Tantangan Generasi Sandwich: Antara Beban dan Anugerah

20 Agustus 2024   20:26 Diperbarui: 20 Agustus 2024   20:29 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diolah dengan AI: copilot.microsoft.com, dokumentasi Merza Gamal  

Istilah "generasi sandwich" mungkin masih asing bagi sebagian orang, namun kenyataannya, banyak dari kita yang tengah menjalani peran ini tanpa menyadarinya. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy A. Miller pada tahun 1981.

Generasi sandwich merujuk pada orang dewasa yang berada di antara dua generasi, yaitu generasi orang tua dan generasi anak-anak, yang keduanya bergantung pada mereka secara finansial maupun emosional.

Apa Itu Generasi Sandwich?

Generasi sandwich adalah mereka yang harus menanggung beban hidup tiga generasi: orang tua yang semakin menua, diri mereka sendiri, dan anak-anak yang masih memerlukan dukungan.

Kondisi ini diibaratkan seperti sepotong daging yang terhimpit oleh dua lapis roti dalam sebuah sandwich, di mana roti melambangkan orang tua dan anak-anak, sementara daging di tengah adalah diri mereka sendiri.

Istilah ini lebih sering dikaitkan dengan mereka yang berusia antara 30 hingga 50 tahun, meskipun beberapa ahli memperluasnya hingga usia 60 tahun. Carol Abaya, seorang ahli dalam perawatan usia lanjut, mengkategorikan generasi sandwich ke dalam tiga kelompok berdasarkan perannya:

  1. The Traditional Sandwich Generation: Orang dewasa berusia 40 hingga 50 tahun yang dihimpit oleh beban merawat orang tua yang lanjut usia dan anak-anak yang masih membutuhkan dukungan finansial.
  2. The Club Sandwich Generation: Orang dewasa berusia 30 hingga 60 tahun yang dihimpit oleh beban merawat orang tua, anak-anak, cucu (jika sudah ada), serta kakek-nenek yang masih hidup.
  3. The Open Faced Sandwich Generation: Siapapun yang terlibat dalam pengasuhan orang lanjut usia, namun tidak melakukannya sebagai pekerjaan profesional, seperti pengurus panti jompo.

Mengapa Generasi Sandwich Terjadi?

Ada berbagai alasan mengapa fenomena ini semakin umum terjadi. Peningkatan harapan hidup yang lebih tinggi berarti lebih banyak orang tua yang hidup lebih lama dan memerlukan perawatan di usia lanjut.

Di sisi lain, banyak orang tua muda yang masih harus membesarkan anak-anak mereka yang belum mandiri secara finansial. Kombinasi antara tanggung jawab terhadap orang tua yang menua dan anak-anak yang masih bergantung menciptakan tekanan yang luar biasa.

Selain itu, perubahan sosial dan ekonomi juga berperan. Misalnya, biaya pendidikan yang terus meningkat, harga properti yang semakin mahal, serta tantangan ekonomi lainnya membuat banyak orang dewasa berada dalam posisi di mana mereka harus terus mendukung generasi yang lebih muda.

Beban atau Anugerah?

Menjadi bagian dari generasi sandwich memang tidak mudah. Di tengah tuntutan yang berat, mulai dari merawat orang tua hingga membesarkan anak-anak, banyak yang merasa tertekan dan terbebani. Namun, penting bagi kita untuk mengubah cara pandang ini. Alih-alih melihatnya sebagai beban, anggaplah peran ini sebagai sebuah anugerah.

Keikhlasan adalah kunci utama dalam menjalani peran sebagai tulang punggung keluarga. Ketika kita menerima tanggung jawab ini dengan ikhlas, kita membuka pintu bagi ketenangan hati dan pikiran. Dengan ikhlas, kita tidak lagi merasa tertekan oleh beban, melainkan menemukan makna dalam setiap langkah yang kita ambil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun