Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa di Sekitar Kita Masih Ada yang Kelaparan Hingga Kehilangan Nyawanya?

15 Agustus 2024   07:17 Diperbarui: 15 Agustus 2024   18:37 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Di tengah gemerlapnya kehidupan modern dan perkembangan teknologi yang semakin canggih, seharusnya tidak ada lagi yang harus menanggung beban kelaparan hingga merenggut nyawa.

Namun demikian, kenyataan pahit di sekitar kita masih menunjukkan adanya ketimpangan yang memprihatinkan. Ketika dunia sedang membicarakan kemajuan digital dan inovasi, di sudut lain kehidupan, ada mereka yang berjuang hanya untuk mendapatkan sesuap nasi.

Baru-baru ini, kita dikejutkan oleh sebuah kisah tragis yang terjadi di Medan, Sumatera Utara. Seorang driver ojek online (ojol) meninggal dunia akibat kelaparan, karena tak memiliki uang untuk membeli makanan. Ironisnya, saat peristiwa itu terjadi, sang driver sedang menerima pesanan makanan untuk diantarkan ke pelanggan.

Kisah ini tidak hanya mengiris hati, tetapi juga menjadi cermin yang menyedihkan tentang realitas yang masih ada di sekitar kita. Bagaimana mungkin, di tengah laju perekonomian dan teknologi, ada yang harus kehilangan nyawanya karena tidak bisa makan?

Potret Kesenjangan Sosial yang Semakin Tajam

Peristiwa ini mengangkat kembali permasalahan mendasar yang sering kali terabaikan---kesenjangan sosial yang semakin lebar. Di satu sisi, ada mereka yang hidup dalam kemewahan dan kenyamanan, sementara di sisi lain, ada yang berjuang keras hanya untuk bertahan hidup.

Apakah kita telah menjadi terlalu individualistis? Apakah kita terlalu sibuk mengejar kesuksesan pribadi hingga melupakan tanggung jawab sosial kita?

Gambar diolah dengan AI: copilot.microsoft.com, dokumentasi Merza Gamal
Gambar diolah dengan AI: copilot.microsoft.com, dokumentasi Merza Gamal

Kisah driver ojol ini adalah sebuah alarm bagi kita semua. Sebagai masyarakat, kita perlu introspeksi---sejauh mana kepedulian kita terhadap sesama? Seberapa sering kita menutup mata terhadap mereka yang membutuhkan di sekitar kita?

Kejadian ini seharusnya menjadi pengingat untuk kembali kepada nilai-nilai kebersamaan dan gotong-royong yang telah menjadi bagian dari jati diri bangsa kita.

Menghidupkan Kembali Semangat Gotong-Royong

Gotong-royong bukan hanya sebuah kata, tetapi sebuah tindakan yang bisa menyelamatkan nyawa. Dari peristiwa ini, kita bisa belajar betapa pentingnya memperkuat rasa solidaritas sosial.

Kita perlu kembali menghidupkan semangat kebersamaan, di mana kita saling membantu, saling peduli, dan saling mendukung, terutama bagi mereka yang berada dalam kesulitan. Ini bisa dimulai dari hal-hal kecil, seperti lebih peka terhadap kondisi tetangga, atau berpartisipasi dalam gerakan sosial yang bertujuan untuk membantu sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun