Awal Agustus 2024 menjadi waktu yang kurang menggembirakan bagi perekonomian Indonesia. Dua berita buruk datang dari penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur. Kedua indikator ini memberikan gambaran bahwa kondisi ekonomi saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Artikel sederhana yang saya susun dari pengamatan saya yang masih dangkal dan pengalaman yang masih sangat terbatas, akan membahas apa yang terjadi dan bagaimana masyarakat bisa menyikapinya.
Penurunan IHK dan Inflasi yang Melambat
Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah indikator penting yang mengukur perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga.
Pada bulan Juli 2024, IHK Indonesia menunjukkan deflasi sebesar 0,18% secara bulanan (month to month/mtm) dan inflasi sebesar 2,13% secara tahunan (year on year/yoy). Angka ini lebih rendah dari yang diperkirakan, menunjukkan bahwa daya beli masyarakat menurun.
Penurunan harga pangan menjadi salah satu penyebab utama deflasi. Kenaikan harga pangan hanya sebesar 3,66%, turun dari 4,95% pada bulan sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh melimpahnya suplai pangan akibat masa panen raya, yang menyebabkan harga komoditas seperti cabai merah, bawang merah, tomat, daging ayam, dan telur ayam mengalami penurunan.
Tidak hanya sektor pangan, inflasi juga melambat di beberapa sektor lainnya seperti kesehatan, akomodasi dan restoran, pakaian, serta rekreasi dan budaya. Di sektor komunikasi dan layanan keuangan, harga bahkan terus menurun. Hal ini mencerminkan lemahnya permintaan konsumen dan menurunnya indeks kepercayaan konsumen (IKK).
PMI Manufaktur Indonesia Mengalami Kontraksi
Selain IHK, data Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia juga menunjukkan tren yang kurang menguntungkan. Pada bulan Juli 2024, PMI tercatat di angka 49,3, turun dari 54,2 pada Maret 2024. PMI di bawah 50 menandakan bahwa sektor manufaktur sedang mengalami kontraksi atau penurunan aktivitas.
Penurunan PMI ini terjadi karena permintaan yang menurun, baik dari dalam maupun luar negeri. Para produsen mulai mengurangi aktivitas pembelian bahan baku dan jumlah pekerja, dengan pengurangan staf terbesar sejak September 2021. Ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan bersikap hati-hati dan memilih untuk menunda investasi dan ekspansi.
Apa yang Harus Diperhatikan dan Dilakukan?
Dalam menghadapi situasi ekonomi yang menantang ini, ada beberapa hal yang bisa diperhatikan dan dilakukan oleh masyarakat:
- Meningkatkan Kehati-hatian dalam Pengeluaran:Â Dengan menurunnya daya beli dan deflasi, penting bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam mengelola pengeluaran. Mengutamakan kebutuhan pokok dan menunda pembelian barang-barang yang tidak mendesak bisa menjadi langkah yang bijak.
- Mengikuti Kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia:Â Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diharapkan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi. Kebijakan seperti pengendalian harga bahan pokok, pemangkasan suku bunga, dan stimulus ekonomi bisa membantu mendorong daya beli masyarakat.
- Memantau Perkembangan Ekonomi:Â Memahami situasi ekonomi dan mengikuti perkembangan terbaru sangat penting. Dengan informasi yang tepat, masyarakat bisa mengambil keputusan keuangan yang lebih baik, baik dalam investasi, tabungan, maupun pengeluaran.
- Memperkuat Jaringan Sosial dan Komunitas: Dalam masa sulit, dukungan sosial menjadi sangat penting. Berpartisipasi dalam komunitas dan jaringan sosial bisa membantu dalam berbagi informasi, dukungan, dan sumber daya.
- Berinovasi dan Beradaptasi: Kondisi ekonomi yang menantang seringkali memicu inovasi. Masyarakat bisa mencari peluang baru, baik dalam pekerjaan, bisnis, maupun aktivitas lainnya. Fleksibilitas dan kemampuan untuk beradaptasi menjadi kunci dalam menghadapi perubahan.