Kompasianer, pernahkah Anda mendengar seseorang mengatakan "Apalah saya, Hanya Remahan Rengginang di Kaleng Khong Guan" dalam Kehidupan Sehari-hari?
Ungkapan "hanya remahan rengginang di kaleng Khong Guan" sering digunakan sebagai metafora untuk menyampaikan perasaan merendah diri atau merasa tidak berarti di tengah kehebatan orang lain di sekitar kita.
Meskipun sederhana, ungkapan ini memiliki makna yang dalam tentang nilai diri, penerimaan diri, dan bagaimana kita melihat peran serta tempat kita dalam kehidupan ini.
Arti Simbolis "Remahan Rengginang"
Rengginang adalah kudapan sejenis kerupuk tebal terbuat dari beras ketan berbentuk bulat yang dikeringkan dengan cara dijemur di bawah panas matahari, lalu digoreng panas dalam minyak goreng.
Sementara itu, remahan rengginang adalah serpihan yang tersisa setelah rengginang diambil dari wadahnya dan dimakan.
Sedangkan, kaleng Khong Guan dikenal dengan biskuitnya yang utuh dan digemari semua kalangan.
Dengan demikian, remahan rengginang dalam kaleng Khong Guan sering kali dianggap sebagai bagian yang tidak berharga atau tidak penting.
Dalam kehidupan nyata, ungkapan ini mencerminkan perasaan seseorang yang merasa kecil atau tidak berarti di antara individu-individu yang dianggap lebih sukses, berpengaruh, atau dihormati dalam masyarakat.
Ungkapan ini mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kita melihat diri sendiri. Apakah kita sering merasa seperti "hanya remahan rengginang"?Â
Apakah kita mampu melihat nilai unik dan pentingnya peran kita, sekecil apa pun itu dalam skala yang lebih besar?
Ini bukan hanya tentang perasaan merendah diri, tetapi juga tentang kesadaran akan nilai dan potensi yang kita miliki sebagai individu.
Dalam kehidupan yang serba kompetitif dan dinamis, seringkali kita cenderung membandingkan diri dengan orang lain atau mengukur nilai diri berdasarkan kesuksesan atau perhatian yang diperoleh dari lingkungan sekitar.