Makan bajamba atau makan bajambau adalah tradisi makan bersama yang sangat penting dalam budaya Minangkabau dan Riau. Tradisi ini tidak hanya menggambarkan cara makan, tetapi juga mengandung nilai-nilai sosial dan budaya yang mendalam.
Dengan semakin dikenalnya tradisi ini di luar Sumatera Barat dan Riau, seperti di Jakarta dan sekitarnya, terdapat potensi besar untuk melestarikan dan mengapresiasi warisan budaya ini sebagai sarana memperkuat persatuan di antara anak bangsa.
Asal Usul dan Makna Jamba
Dalam tradisi makan bajamba, "jamba" merujuk pada dulang atau nampan besar yang berisi nasi dan berbagai lauk-pauk yang tersusun rapi. Jamba ini ditutup dengan tudung saji yang dianyam dari daun enau, yang dikenal dengan keindahannya dan fungsionalitasnya. Di atas tudung saji ini, ditambahkan dalamak, yaitu kain bersulam benang emas yang menambah keanggunan dan kekhidmatan sajian tersebut.
Tradisi makan bajamba paling banyak dijumpai di daerah Minangkabau, khususnya di Luhak Nan Tigo yang mencakup Tanah Datar, Agam, dan Limopuluh Kota, serta di daerah Riau seperti Kabupaten Kampar dan Kuantan Singingi. Dalam pelaksanaannya, makan bajamba dilakukan di dalam ruangan dengan semua peserta duduk bersama dalam kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari 3 hingga 7 orang yang duduk melingkar di lantai. Di tengah kelompok tersebut, tersedia satu dulang berisi piring-piring yang ditumpuk dengan nasi dan berbagai lauk-pauk.
Namun demikian, ada perbedaan dalam cara duduk antara peserta laki-laki dan Perempuan makan bajamba, yaitu:
- Laki-laki: Duduk dengan cara baselo atau bersila, yang mencerminkan sikap tegap dan hormat.
- Perempuan: Duduk dengan cara basimpuah atau bersimpuh, yang menunjukkan kelembutan dan keanggunan.
Makan bajamba sering diawali dengan berbagai kesenian Minang, seperti tarian tradisional dan musik talempong. Acara ini dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an, menambahkan nuansa religius dan khidmat. Selain itu, ada juga sesi berbalas pantun yang menambah keceriaan dan interaksi sosial di antara peserta.
Makan bajamba tidak hanya sekedar makan bersama, tetapi juga sarat dengan makna dan simbolisme yang dalam:
- Kebersamaan dan Persatuan: Duduk bersama dan berbagi makanan dari dulang yang sama menguatkan rasa solidaritas dan kekompakan.
- Gotong Royong: Setiap peserta berperan aktif dalam proses makan, menunjukkan nilai gotong royong yang kuat.
- Kesederhanaan dan Kesamaan:Â Semua orang, tanpa memandang status sosial, duduk sejajar di lantai, menunjukkan nilai kesederhanaan dan kesamaan.
Penyebaran di Luar Daerah Asal
Tradisi makan bajamba kini mulai dikenal di luar daerah asalnya, terutama di Jakarta dan sekitarnya. Budaya makan bersama dalam satu talam yang mirip dengan makan bajamba telah diperkenalkan di masjid-masjid besar, khususnya saat buka puasa sunah atau makan sahur pada bulan Ramadan, serta pengajian terjadwal bersama.