Dalam bukunya yang provokatif "Why Do So Many Incompetent Men Become Leaders?: (And How to Fix It)", yang diterbitkan oleh Harvard Business Review Press pada Maret 2019, Tomas Chamorro-Premuzic mengangkat isu penting tentang kepemimpinan.
Buku ini tidak hanya mengulas mengapa banyak pemimpin yang tidak kompeten, tetapi juga mengapa kebanyakan dari mereka adalah laki-laki, serta bagaimana kita bisa memperbaikinya.
Fenomena Kepemimpinan yang Tidak Kompeten
Chamorro-Premuzic memulai dengan pertanyaan yang menggelitik: Mengapa begitu banyak orang yang tidak kompeten dapat mencapai posisi kepemimpinan? Penulis berpendapat bahwa banyak organisasi keliru dalam menilai potensi kepemimpinan.
Sifat-sifat seperti narsisme, terlalu percaya diri, dan EQ rendah sering disalahartikan sebagai tanda-tanda kompetensi dan karisma. Sifat-sifat ini mungkin membantu seseorang untuk terlihat layak sebagai pemimpin, namun dalam praktiknya, sering kali merusak ketika orang tersebut telah menduduki posisi tersebut.
Peran Gender dalam Kepemimpinan
Dalam penelitiannya, Chamorro-Premuzic menemukan bahwa gender adalah salah satu prediktor terkuat dalam mencapai peran kepemimpinan. Meskipun laki-laki lebih sering berada dalam posisi kepemimpinan, kinerja mereka sering kali lebih buruk dibandingkan dengan perempuan.
Perempuan cenderung memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang lebih tinggi, sebuah kualitas yang sangat penting dalam kepemimpinan yang efektif. Namun, bias gender dalam proses seleksi membuat perempuan kompeten sering kali diabaikan.
Kepemimpinan yang buruk berdampak pada produktivitas yang rendah, moral yang terpuruk, dan lingkungan kerja yang tidak sehat. Tomas Chamorro-Premuzic menambahkan bahwa kepemimpinan yang kompeten menguntungkan semua orang, tanpa memandang gender.
Rahilly juga menekankan bahwa banyak laki-laki kompeten diabaikan karena mereka memiliki kualitas seperti empati dan integritas, yang sebenarnya membuat mereka menjadi pemimpin yang baik, namun tidak dihargai dalam proses seleksi saat ini.
Chamorro-Premuzic menunjukkan bahwa kita tidak memilih pemimpin berdasarkan bakat, prestasi, atau potensi yang sebenarnya, melainkan berdasarkan sifat-sifat yang tampak mengesankan tetapi merusak dalam jangka panjang.