Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menggapai Kemulian Diri dengan Hidup Bersahaja

2 Februari 2024   20:28 Diperbarui: 2 Februari 2024   20:38 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menggapai Kemuliaan Diri, sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Saudaraku yang kusayangi,

Hidup mulia menjadi dambaan bagi sebagian besar orang, dan banyak yang bersedia melakukan segala cara untuk mencapainya. Upaya mengejar jabatan tinggi, mengumpulkan harta, dan meraih gelar akademik tertinggi seringkali dianggap sebagai jalan menuju kemuliaan.

Namun, penting untuk merenung bahwa konsep kemuliaan tidak selalu sejalan dengan pencapaian-pencapaian materi atau status sosial semata.

Jika kita mengukur kemuliaan seseorang berdasarkan jabatan, kekayaan, atau kecerdasan semata, maka kita diingatkan pada cerita Firaun, Qarun, dan Hawan dalam Al-Qur'an. Meskipun mereka mencapai puncak dalam hal-hal tersebut, namun di sisi Allah Azza wa Jalla, mereka termasuk golongan yang tercela.

Firaun, seorang penguasa dengan kekuasaan yang besar, diabaikan oleh keagungan Allah karena kezalimannya. Qarun, yang memiliki harta berlimpah, mengalami kehancuran karena kesombongannya dan ketidakadilan terhadap sesama. Hawan, dengan kecerdasan luar biasa, pun tidak terlepas dari akibat perbuatannya yang menyimpang.

Dari kisah-kisah tersebut, kita diajak untuk merefleksikan bahwa kemuliaan sejati tidak hanya ditemukan dalam pencapaian dunia semata. Kemuliaan yang hakiki bersumber dari ketakwaan, keadilan, dan kebermanfaatan bagi sesama.

Menjadi manusia yang mulia di sisi Allah tidak hanya tentang jabatan, harta, atau kecerdasan, melainkan tentang integritas moral dan kepatuhan terhadap nilai-nilai agama.

Marilah kita introspeksi diri dan memperbaiki niat dalam mengejar kemuliaan. Jangan sampai kita terjebak dalam pandangan yang sempit, melainkan percayalah bahwa kehidupan yang mulia sejati adalah yang senantiasa mencari keridhaan Allah dan memberikan manfaat kepada sesama. Dengan demikian, kita dapat mencapai kemuliaan yang kekal, melebihi keduniawian yang fana dan sementara.

Saudaraku yang terkasih,

Dalam kitab "Manaqib Asy-Syafi'i" karya Al-Baihaqi, Imam Syafi'i memberikan pandangan yang mendalam mengenai kemuliaan seseorang. Menurutnya, terdapat tiga hal yang menunjukkan kemuliaan yang sesungguhnya:

  1. Mampu Menyembunyikan Kemiskinan: Imam Syafi'i menyatakan bahwa tanda kemuliaan seseorang adalah kemampuannya menyembunyikan kemiskinan, sehingga orang-orang di sekitarnya mengira bahwa dirinya adalah orang yang berkecukupan. Hal ini dilakukan bukan untuk menyembunyikan kelemahan, tetapi sebagai bentuk menjaga kehormatan diri dan menghindari merepotkan orang lain.
  2. Mampu Menyembunyikan Kemarahan: Menurut Imam Syafi'i, orang yang benar-benar mulia adalah yang mampu menyembunyikan kemarahannya. Dengan kata lain, dia bisa menahan emosinya dan membuat orang lain berpikir bahwa dia rela atau tidak marah, meskipun mungkin di dalam hatinya sedang dilanda kemarahan. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan konflik dan prasangka buruk dari orang lain terhadap dirinya.
  3. Menyembunyikan Kesulitan: Imam Syafi'i juga menekankan pentingnya menyembunyikan kesulitan dan kesusahan. Orang yang benar-benar mulia adalah yang mampu menyembunyikan segala kesulitan yang dialaminya, sehingga orang di sekitarnya berpikir bahwa dia adalah orang yang senantiasa hidup dalam kenikmatan dan kecukupan.

Begitu banyak orang yang menginginkan kemuliaan, namun tidak semua mau memahami hakikat sejati dari kemuliaan itu sendiri. Kemuliaan sejati bukanlah semata-mata tergantung pada jabatan, kekayaan, atau kecerdasan, melainkan lebih pada integritas moral dan keteguhan dalam menjalani kehidupan.

Untuk mencapai kemuliaan sejati, kita perlu memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang diajarkan oleh ajaran agama dan bijak moralitas dengan hidup bersahaja, tidak menonjolkan diri dalam kekayaan harta dan kekuasaan jabatan.

Saudaraku yang terkasih,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun