Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengkritisi Paradigma Tradisional Manajemen Waktu

6 Januari 2024   08:05 Diperbarui: 6 Januari 2024   08:06 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengkritisi Paradigma Tradisional Manajemen Waktu. Sumber gambar: Koleksi Merza Gamal

Dalam era yang terus berubah, paradigma manajemen waktu tradisional semakin menjadi sorotan penelitian. Perbedaan antara waktu objektif, yang diukur secara ketat, dengan interpretasi subyektif, yang melibatkan pengalaman dan makna personal.

Inilah konflik yang meruncing antara aturan jam dan kalender dalam konsep tradisional manajemen waktu dengan kebebasan interpretasi individu.

Kita seringkali terperangkap dalam pandangan sempit tentang manajemen waktu, di mana rapat dan tugas kerja dijadwalkan dengan ketat sesuai dengan jam dan menit. Namun, kebenaran yang terlupakan adalah bahwa waktu objektif erat terkait dengan interpretasi subyektif.

Apakah benar kita harus mengikat rapat selama 30 menit jika sebenarnya kita hanya membutuhkan 20 menit?

Pertanyaan ini menantang pandangan tradisional tentang manajemen waktu dan mengajak kita untuk melepaskan kungkungan jadwal yang terlalu kaku. Lebih dari sekadar mempertanyakan aturan waktu, penting untuk memahami bahwa tenggat waktu yang kita anggap sebagai "nyata" seringkali merupakan konstruksi sosial semata.

Mengejar tanggal batas tertentu sering kali didorong oleh tenggat waktu yang sewenang-wenang, bukan oleh alasan objektif. Ini membuka pintu bagi pertimbangan lebih mendalam tentang cara kita merencanakan pekerjaan dan menyinkronkannya dengan orang lain.

Namun, pelajaran penting yang bisa kita ambil adalah bahwa waktu tidak hanya terbatas pada dimensi objektif. Menyelami waktu subjektif membawa kita ke pemahaman bahwa ritme acara seringkali lebih bermakna daripada aturan jam yang kaku.

Bekerja berdasarkan peristiwa dan ritme alamiah memberikan kebebasan untuk lebih terlibat dalam pekerjaan, bukan hanya melihat jam sebagai penentu kegiatan.

Saat kita melangkah lebih jauh dari jadwal yang kaku, kita menemukan kepuasan sebelum beralih ke tugas berikutnya. Perasaan penutupan ini menciptakan pengalaman yang lebih memuaskan, memungkinkan kita merasakan momen saat ini tanpa terbebani oleh perhatian terhadap waktu.

Fenomena ini dikenal sebagai "aliran," di mana produktivitas dan kepuasan mencapai puncaknya ketika kita sepenuhnya terlibat dalam apa yang kita lakukan.

Namun, perjalanan melintasi waktu subjektif tidak hanya berbicara tentang efektivitas. Ini juga tentang pencarian makna. Saat kita mengenang masa lalu atau merencanakan masa depan, kita menciptakan narasi yang memberi makna pada pengalaman saat ini. Makna ini tidak dapat ditemukan dalam waktu objektif yang dingin dan tidak berubah.

Seringkali, kita menemukan bahwa pengalaman yang paling bermakna berasal dari kegiatan yang bertujuan dan signifikan. Menghabiskan waktu untuk aktivitas yang terkait dengan identitas kita menciptakan energi dan revitalisasi yang sulit didapatkan dari tugas yang kurang bermakna.

Oleh karena itu, penting untuk memilih dengan bijaksana bagaimana kita mengalokasikan waktu kita, memprioritaskan kegiatan yang memberikan arti dan memberi energi positif. Namun demikian, waktu sebenarnya adalah pilihan simbolis antara yang bermakna dan yang tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun