Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Peluk Kasih Ibu di Balik Waktu yang Tak Mungkin Kembali

22 Desember 2023   07:53 Diperbarui: 22 Desember 2023   07:59 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Kerinduan itu menyeruak lagi malam ini. Ya, kerinduan yang begitu menghunjam sanubari. Kerinduan yang rasanya tak akan bermuara lantaran sosok yang dirindu tak lagi nyata di dunia fana ini. Saat ini, hanya mampu menggali kembali ingatan tentang segala pikir, ucap dan tindak bijaknya semasa usia masih menyertainya.

Keheningan menyelimuti ruang tamu yang tenang. Hujan turun dengan gemerlap lampu yang menyentuh jendela, menciptakan suasana yang mendalam. Dalam keheningan itu, sebatang pena mulai merayap di atas kertas, merangkai kisah tentang kerinduan dan penyesalan yang selalu menghantui.

Kenangan tentang Ibu memenuhi setiap sudut pikiranku. Titik-titik bening membasahi pipi, mencerminkan perjalanan jiwa yang tak pernah sepenuhnya mengamalkan ajaran-Nya. Namun, di balik setiap goresan sesal, terbayang semangat hidup Ibu yang berkobar, membakar setiap jiwa yang menyaksikannya.

"Dulu, aku memandang Ibu sebagai orang yang keras, yang selalu ingin mencampuri urusan anaknya," kata-kata itu bergema di keheningan malam. Prasangka dan ketidakpahaman menciptakan kesenjangan antara anak dan ibu. Namun, kini, dengan pemahaman yang tumbuh, aku menyadari betapa hebatnya Ibu.

Pemahaman itu hanya menjadi kenangan tentang segala tetes air mata dan cucuran keringatnya yang tak menuntut balas. Atas segala pengorbanan dengan jiwa tulusnya, atas tauladan yang dilakukannya, atas kasih sayangnya yang seakan tak berbatas, kerinduan ini menggeliat.

Ibu, semoga Allah memperkenankanmu berada di tempat yang layak...

Dalam kebesaran karirnya, Ibu masih menemukan waktu untuk memikirkan, merawat, dan menyiapkan anak-anaknya. Rasa cinta yang begitu besar mendorongnya untuk melakukan segala sesuatu dengan tulus. Namun, dalam kehidupan yang sederhana ini, aku merasa kecil. Karirku yang biasa-biasa saja tak mampu menandingi dedikasi kehebatan Ibu.

"Maafkan aku Ibu, hingga hari-hari akhirmu pun aku tak sempat membalas kasih sayangmu," kata-kata permintaan maaf itu terucap dalam hati yang penuh penyesalan. "Semoga Allah menjagamu di sisi-Nya."

Pagi ini di "Hari Ibu", aku pun membawa rangkaian bunga segar ke makam Ibu. Setiap helai bunga adalah doa dan rasa syukur yang tak terucapkan. "Dalam setiap langkah hidupku, Ibu, aku merindukanmu. Terima kasih atas segala cinta dan pengorbananmu."

Peluk kasih Ibu terasa di setiap hembusan angin yang lembut. Hujan yang reda adalah simbol pembersihan dan harapan baru. "Peluklah aku Ibu, di balik waktu yang tak mungkin kembali. Semoga kenangan ini menjadi saksi cinta kita yang abadi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun