Pada perhelatan COP28 di Dubai pekan lalu, dunia kembali bersatu untuk membahas upaya kolektif dalam menghadapi krisis perubahan iklim. Dalam pidato terkini, Direktur Pelaksana IMF (International Monetary Fund), Kristalina Georgieva, menguraikan komitmen global dan strategi yang harus ditempuh untuk merespons dengan serius panggilan mendesak untuk mengurangi emisi karbon.
Salah satu aspek kunci yang ditekankan oleh Georgieva adalah tantangan pembiayaan. Meningkatkan investasi mitigasi dari $900 juta per tahun menjadi $5 triliun per tahun menjadi target krusial.
Meskipun angka tersebut terasa monumental, Georgieva meyakinkan kita bahwa dalam konteks ekonomi global senilai lebih dari $100 triliun, itu bukanlah tujuan yang tidak dapat dicapai.
Namun, perubahan yang signifikan memerlukan keterlibatan sektor swasta. Meskipun Dana Swasta saat ini sudah menyumbang 40 persen dari total pendanaan iklim, Georgieva menekankan perlunya meningkatkan kontribusi ini menjadi 80 persen hingga 90 persen. Ini menjadi semakin krusial, terutama di negara-negara berkembang, di mana emisi terus meningkat.
Pendekatan utama yang diusulkan oleh IMF adalah penetapan harga karbon. Meskipun terdapat kemajuan dalam cakupan di tingkat nasional dan sub-nasional, Georgieva memberi peringatan bahwa harga rata-rata global saat ini hanya $5 per ton, jauh di bawah target $85 per ton pada tahun 2030 menurut Perjanjian Paris.
Penghapusan subsidi bahan bakar fosil juga menjadi fokus utama dalam upaya mencapai dekarbonisasi. Georgieva mengungkapkan bahwa subsidi langsung mencapai rekor $1,3 triliun pada tahun lalu, dengan total mencapai $7,1 triliun jika subsidi tidak langsung juga diperhitungkan.
Dalam konteks ini, langkah-langkah untuk mengalihkan dana publik ke sektor-sektor yang mendukung dekarbonisasi menjadi semakin mendesak.
Peran Penting Kerja Sama Global
Langkah-langkah ini tidak dapat diwujudkan tanpa kerja sama global. Georgieva menekankan bahwa perubahan iklim hanya dapat diatasi melalui kolaborasi yang luas.
IMF telah mengintegrasikan isu iklim ke dalam pekerjaannya, mempertimbangkan mitigasi, adaptasi, dan transisi untuk negara-negara dengan karakteristik yang berbeda. Ini mencakup penilaian risiko sektor keuangan yang terkait dengan perubahan iklim.
Dalam upaya memfasilitasi langkah-langkah tersebut, IMF membentuk Resilience and Sustainability Trust senilai $40 miliar. Inisiatif ini telah mendukung program-program untuk 11 negara, dengan kontribusi terbaru dari Uni Emirat Arab sebesar $200 juta. Georgieva menegaskan bahwa keputusan dan tindakan dalam menghadapi krisis iklim ini tidak hanya bersifat kebijakan, tetapi juga memiliki dimensi personal.
Dalam menyimpulkan pidatonya, Direktur Pelaksana IMF tersebut berbagi pandangan pribadinya dengan mengatakan bahwa dalam menghadapi krisis iklim, kita harus bertindak sekuat tenaga untuk mengubah arah masyarakat demi masa depan generasi mendatang.