Komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi fokus utama di berbagai sektor, termasuk industri kimia.
Di Jerman, negara dengan perekonomian terbesar di Eropa, industri ini bertujuan untuk mengurangi emisi CO2 sekitar 35 persen pada tahun 2030. Namun, mencapai emisi nol bersih dalam industri kimia adalah tantangan besar yang memerlukan langkah-langkah nyata.
Industri kimia memainkan peran penting dalam berbagai sektor ekonomi, tetapi produksinya juga menghasilkan emisi GRK yang signifikan.
Beberapa proses kunci dalam pembuatan bahan kimia menghasilkan CO2 sebagai produk sampingan, dan banyak produk kimia terbuat dari karbon, yang dapat melepaskan CO2 atau metana saat dibakar atau diurai sebagai bagian dari pengelolaan limbah. Faktor-faktor ini mempersulit industri kimia untuk mengurangi emisi guna mencapai emisi nol bersih.
Untuk mengatasi tantangan pengurangan emisi GRK, industri kimia perlu menginvestasikan dalam bahan baku berkelanjutan dan teknologi konversi yang ramah lingkungan.
Salah satu solusi adalah menggunakan bahan baku yang bersumber dari sumber-sumber berkelanjutan, seperti biomassa dan CO2. Tetapi tantangan lain muncul dalam mencocokkan bahan baku dan teknologi konversi yang sesuai dengan produk dan lokasi yang tepat.
Rekarbonisasi adalah kunci untuk mengurangi emisi dan mengakselerasi perjalanan menuju keberlanjutan. Ini melibatkan penggunaan bahan baku berkelanjutan, seperti biomassa atau CO2 yang ditangkap dan diubah menjadi bahan baku kimia.
Rekarbonisasi mengurangi emisi dengan memulai dari karbon yang disediakan oleh CO2 di atmosfer, bukan dari sumber berbasis fosil. Ini adalah pendekatan inovatif yang berpotensi mengubah industri kimia.
Namun, rekarbonisasi juga memiliki tantangan. Perusahaan perlu mengembangkan kriteria evaluasi seputar ketersediaan bahan baku, kinerja keberlanjutan, kematangan teknologi, dan keekonomian. Kolaborasi antara perusahaan kimia dan pemasok mereka dalam memastikan praktik pertanian yang efisien dan berkelanjutan juga menjadi kunci.