Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manjapuik Marapulai: Warisan Budaya Minangkabau yang Unik

20 Mei 2023   07:30 Diperbarui: 20 Mei 2023   07:36 1620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pasbana.com 

Adat Minangkabau adalah salah satu kekayaan budaya Indonesia yang memiliki karakteristik unik, terutama dengan sistem matriarki dan struktur sosialnya. Pernikahan dalam adat Minangkabau memiliki prosesi istimewa yang disebut Manjapuik Marapulai.

Sebuah Keunikan Budaya Adat Minangkabau menawarkan pandangan dunia yang berbeda dengan sistem matriarki dan struktur sosial yang menempatkan perempuan di posisi penting. Budaya ini tidak hanya mempengaruhi kehidupan sehari-hari, tetapi juga pernikahan, yang merupakan peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.

Prosesi Pernikahan dalam Adat Minangkabau memiliki serangkaian tahapan yang unik dan penuh makna. Mulai dari maminang (meminang), penentuan hari pernikahan, hingga pernikahan secara Islam di masjid. Salah satu tahapan yang sangat penting adalah Manjapuik Marapulai.

Prosesi Manjapuik Marapulai adalah tahapan dalam pernikahan adat Minangkabau yang memiliki nilai dan simbolisme yang kaya. Pada tahap ini, calon pengantin pria dijemput oleh keluarga calon pengantin wanita untuk melangsungkan akad nikah. Selain itu, calon pengantin pria juga diberikan gelar pusaka sebagai tanda dewasa dan menjadi pemimpin keluarga di masa depan.

Manjapuik Marapulai adalah momen yang penuh keceriaan dan kehangatan, di mana keluarga dari kedua belah pihak berkumpul untuk merayakan pernikahan. Acara ini juga menjadi ajang untuk mempererat hubungan antar keluarga dan memperluas jaringan sosial. Dalam prosesi ini, selain keluarga inti, tetangga dan saudara jauh juga ikut serta untuk menyaksikan dan turut merayakan kebahagiaan pasangan pengantin.

Selain pemberian gelar pusaka kepada calon pengantin pria, Manjapuik Marapulai juga melibatkan penukaran seserahan antara kedua belah pihak keluarga. Seserahan ini merupakan simbol dari rasa hormat dan dukungan keluarga terhadap pernikahan yang akan terjadi. Seserahan biasanya berupa perhiasan, uang, atau barang berharga lainnya yang melambangkan kemakmuran dan harapan baik untuk masa depan pasangan pengantin.

Selama prosesi Manjapuik Marapulai, terdapat pula pertunjukan kesenian tradisional Minangkabau, seperti tarian Randai atau Saluang Pariaman. Pertunjukan ini menambah semarak dan kegembiraan dalam acara, sambil mengingatkan generasi muda akan keindahan dan kekayaan budaya Minangkabau.

Terkait busana adat, calon pengantin pria dan wanita akan mengenakan pakaian tradisional Minangkabau yang elegan dan indah. Busana adat Minangkabau khas dengan warna-warna cerah, motif-motif cantik, dan perhiasan yang menghiasi. Hal ini menunjukkan kekayaan budaya Minangkabau yang kaya akan seni tekstil dan kerajinan tangan.

Dalam tradisi Manjapuik Marapulai di masyarakat Pesisir Minangkabau, seperti Painan, Pariaman, dan Padang, terdapat kebiasaan memberikan gelar kepada calon pengantin pria setelah prosesi tersebut. Gelar yang diberikan bisa berbeda-beda tergantung pada tradisi dan adat setempat, seperti Sutan, Bagindo, atau Sidi (Sayyid). Pemberian gelar ini merupakan pengakuan atas kedewasaan calon pengantin pria dan sebagai tanda bahwa ia akan menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab.

Namun, perlu dicatat bahwa tradisi memberikan gelar pada Manjapuik Marapulai tidak berlaku secara umum di seluruh daerah Minangkabau. Di masyarakat Luhak Nan Tigo, yang meliputi Tanah Datar, Agam, dan Limapuluh Kota, tradisi pemberian gelar pada Manjapuik Marapulai sebenarnya tidak ada. Oleh karena itu, calon pengantin pria di daerah ini tidak menerima gelar baru setelah prosesi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun