Sistem Satuan Kredit Semester (SKS) diberlakukan di Indonesia pada tahun 1990-an, dan mulai diperkenalkan di pertengahan era 80'an pada beberapa perguruan tinggi terkemuka. SKS memungkinkan mahasiswa untuk menentukan sendiri beban belajar yang akan diambil dan memudahkan proses pemindahan kredit jika mahasiswa pindah perguruan tinggi.
SKS adalah satuan beban belajar yang diperoleh mahasiswa setiap kali menyelesaikan suatu mata kuliah. SKS dihitung berdasarkan jumlah jam kuliah, jumlah jam tutorial, dan jumlah jam praktek laboratorium yang harus diambil oleh mahasiswa untuk menyelesaikan mata kuliah tersebut. SKS yang harus diambil untuk menyelesaikan suatu program studi bervariasi tergantung pada perguruan tinggi dan program studi masing-masing.
Sebelum diberlakukan sistem SKS di perguruan tinggi Indonesia, sistem yang digunakan didasarkan pada standar semester dan tahun ajaran yang harus ditempuh oleh mahasiswa hingga lulus. Sistem sebelum adanya SKS memiliki beberapa kelemahan, antara lain kurangnya fleksibilitas dalam pemilihan mata kuliah dan kesulitan dalam menentukan besarnya beban studi yang ideal bagi mahasiswa. Dengan adanya sistem SKS, mahasiswa memiliki lebih banyak kebebasan untuk memilih mata kuliah dan menentukan beban studi yang sesuai dengan kemampuan dan minat mereka, serta bisa lulus lebih cepat dari sebelumnya.
Praktik sistem SKS kemudian berkembang dan menjadi lebih kompleks seiring dengan waktu. Saat ini, SKS digunakan sebagai satuan pengukuran beban belajar mahasiswa dan digunakan untuk menghitung jumlah minimal beban belajar yang harus diambil oleh mahasiswa setiap semester, serta untuk menentukan biaya kuliah dan memudahkan proses pemindahan kredit jika mahasiswa pindah perguruan tinggi.
SKS juga dihitung berdasarkan jumlah jam kuliah, jumlah jam tutorial, dan jumlah jam praktek laboratorium yang harus diambil oleh mahasiswa untuk menyelesaikan mata kuliah tersebut. Di Indonesia, SKS yang harus diambil untuk menyelesaikan suatu program studi bervariasi tergantung pada perguruan tinggi dan program studi masing-masing.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Program Kampus Merdeka, SKS yang ada sekarang di Indonesia akan berbeda dari SKS sebelumnya, terutama terkait dengan Program Kampus Merdeka.
SKS sebelumnya digunakan sebagai satuan beban belajar mahasiswa, tetapi dengan Program Kampus Merdeka, SKS juga akan digunakan sebagai satuan pengukuran pencapaian kompetensi mahasiswa. Hal tersebut berarti bahwa selain memenuhi jumlah SKS minimal untuk mencapai kelulusan, mahasiswa juga harus mencapai kompetensi yang diharapkan untuk program studi mereka.
Program Kampus Merdeka juga menekankan pada pengembangan keterampilan dan pengalaman praktis mahasiswa di luar kelas melalui program-program seperti magang, kuliah tamu, dan kegiatan lain yang terkait dengan pengembangan diri dan karir mahasiswa. SKS juga akan diberikan untuk kegiatan-kegiatan ini, sehingga mahasiswa dapat memperoleh SKS tambahan selain dari kelas.
Dalam Program Kampus Merdeka, setiap program studi diwajibkan untuk menyusun kurikulum yang mencakup kompetensi yang dibutuhkan oleh industri dan masyarakat, serta menyediakan program-program pengembangan keterampilan dan pengalaman praktis untuk mahasiswa. Selain itu, Program Kampus Merdeka juga memberikan insentif kepada perguruan tinggi untuk mengembangkan program-program pengembangan keterampilan dan pengalaman praktis mahasiswa melalui alokasi dana dan penghargaan.
Program Kampus Merdeka memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk mengambil SKS di luar bidang studi dasarnya, yang berbeda dengan ketentuan SKS sebelumnya di Indonesia. Sebelumnya, mahasiswa harus mengambil mata kuliah yang ditentukan oleh kurikulum program studi mereka, dan hanya sedikit ruang untuk mengambil mata kuliah pilihan.