Masyarakat Minang dikenal sebagai perantau yang menyebar keseluruh pelosok negeri Indonesia, bahkan tidak sedikit menjadi diaspora di berbagai belahan dunia. Ada hal yang menarik dari perantau Minang ini, yaitu pulang basamo, terutama dijadwalkan di bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri dan ber hari raya bersama di kampung halaman. Oleh karena adat Minangkabau memakai garis keturunan matrilineal, maka tentu saja mereka pulang ke rumah gadang suku ibunya, bukan ke rumah gadang ayah mereka.
Biasanya, dalam pulang basamo itu ada pula tradisi "bakumpua basamo" di rumah bako (rumah gadang pihak ayah). Saat itu akan berkumpul anak-keturunan dari pihak ayah kakak beradik dan sepupunya yang menikah dengan wanita dari berbagai suku.
Tradisi "bakumpua basamo bako" adalah tradisi yang terkait dengan adat dan budaya Minangkabau di mana keluarga dari pihak ayah dan keluarga dari pihak ibu berkumpul untuk merayakan bersama. Namun, karena pernikahan lintas suku semakin umum dalam beberapa dekade terakhir, tradisi ini telah berkurang dan jarang terjadi.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk pergeseran nilai dan norma dalam masyarakat, perubahan dalam pola hidup dan pekerjaan, dan mobilitas sosial yang lebih besar. Banyak dari anak-anak perantau Minangkabau yang menikah dengan pasangan dari luar suku dan daerah, yang mungkin tidak memiliki hubungan atau ikatan dengan keluarga pihak ayah.
Selain itu, karena banyak orang Minangkabau yang menetap di luar daerah asal mereka untuk bekerja atau kuliah, sulit untuk menyelenggarakan tradisi "bakumpua basamo bako" secara teratur. Hal ini disebabkan oleh kesulitan dalam berkoordinasi dan mencocokkan jadwal, serta biaya yang terkait dengan bepergian dan mengumpulkan keluarga dari berbagai wilayah.
Meskipun tradisi ini telah berkurang dalam frekuensi dan prevalensi, masih ada keluarga-keluarga yang masih melaksanakan tradisi "bakumpua basamo bako". Mereka melihat pentingnya mempertahankan adat dan budaya keluarga mereka, serta menjaga hubungan dengan keluarga dan sanak saudara dari pihak ayah.
Dalam konteks kegiatan pulang basamo pada lebaran Idul Fitri tahun ini, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali tradisi "bakumpua basamo bako" yang telah jarang terjadi saat ini.
Langkah awal adalah dengan memperkenalkan tradisi ini kepada keluarga dari pihak ayah karena banyak generasi sekarang yang belum mengetahui tentang tradisi "bakumpua basamo bako". Dalam pertemuan keluarga di kampung halaman, dapat diadakan acara yang khusus untuk membahas tradisi ini, dan menjelaskan betapa pentingnya menjaga hubungan keluarga dari pihak ayah.
Setelah memperkenalkan tradisi ini, dapat diadakan acara "bakumpua basamo bako" di rumah gadang pihak ayah. Acara ini dapat dijadwalkan pada waktu yang tepat, seperti selama bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri. Keluarga dari pihak ayah yang tinggal jauh juga dapat diundang untuk bergabung secara virtual melalui aplikasi video conferencing.
Selanjutnya, setelah acara "bakumpua basamo bako" diadakan, langkah berikutnya adalah menjalin hubungan dengan keluarga dari pihak ayah secara rutin. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi, seperti berkomunikasi melalui telepon, pesan teks, atau media sosial.