Setelah keluar pemeriksaan imigrasi, pengambilan bagasi dan pemeriksaan bea cukai, kami pun keluar dari Airport. Di pintu kedatangan, terlihat seorang gadis bule melambai-lambaikan tangan ke arah kami. Aku pikir, gadis itu pastilah pacarnya Gustav, karena adik Gustav kuliah kedokteran di Heidelberg.
Ternyata dugaanku salah, gadis itu benar adiknya Gustav yang sengaja datang ke Frankfurt dari Heidelberg untuk menyambut Gustav dan aku. Sesampai di luar, gadis itu memeluk Gustav sebentar, dan kemudian langsung memelukku erat-erat, sambil berucap, "Gott liebt mich sehr, hat mich zu meinem Bruder gebracht." Aku pun bengong, dan gadis itu menyadari bahwa aku tidak bisa berbahasa Jerman, ia pun melanjutkan kata-katanya dalam Bahasa Ingris, "I love you so much Brother Morgan. If Mother were here, surely she would be very happy to see you."
Aku tidak bisa berbahasa Jerman, meski pun sering mendengar Ibu bercakap-cakap berbahasa Jerman, terutama dengan kolega ibu para dokter yang sebaya atau lebih tua dari Ibu. Dengan demikian, ada beberapa kata Jerman yang cukup akrab di telingaku. Aku tak tahu mengapa Ibu tidak mengajarkan bahasa Jerman kepadaku, seperti orangtua temanku yang belajar di luar negeri yang mengajarkan anaknya juga berbahasa negara mereka kuliah dulu.
Kami pun dijemput oleh pihak Deutsche Bank dengan sebuah mobil van untuk diantarkan ke hotel tempat kami menginap. Sebelum ke hotel, kami diajak terlebih dahulu makan siang di sebuah resto yang tidak jauh dari Airport. Adik Gustav, Alviria (biasa dipanggil Vera), ikut dengan mobil yang kami tumpangi. Tadi, Â Vera ke Airport menggunakan kendaraan umum.
Sesampai di hotel, Gustav dengan gesitnya mengatur kamar kami masing-masing dan dia menguruskan semua administrasi kami di resepsionis hotel. Gustav menerangkan jika waktu makan bisa ke resto yang ada di hotel, dan semua sudah ditanggung oleh pihak Deutsche Bank.
Setelah menerima kunci kamar kami masing-masing, kami pun menuju lift untuk ke kamar. Gustav dan Vera terus mengikutiku ke kamar. Aku berharap Gustav dan adiknya segera pergi karena aku ingin istirahat dan tidur sampai malam membalas kepenatanku selama seharian duduk di  dalam pesawat.
Sesampai di kamar, Gustav bilang padaku untuk mengikuti dia bersama adiknya ke Apartment-nya yang tidak jauh dari Hotel tempat aku menginap. Aku berusaha menolak dengan mengatakan aku ingin istirahat dulu. Tapi dia mengajak aku istirahat di apartemennya saja, nanti Vera akan memasakkan spaghetti dan steak untukku.
"Jangan kecewakan kami selama kamu di Jerman. Walaupun kamu belum mengakui kami sebagai saudaramu, tapi kami sangat mencintaimu dan akan terus mencintaimu," suara Gustav yang lirih dan pandangan Vera yang penuh harap membuat aku luluh untuk tidak mengecewakan mereka. Aku pikir, apalah salahnya membahagiakan orang yang telah kehilangan saudaranya yang mirip denganku.
Aku izin dulu pada Gustav dan Vera untuk bersih-bersih dan mandi, kemudian menjamak sholat dzuhur dan azhar untuk siang ini. Vera penuh takjud melihat aku shalat di kamar itu, "You are truly a religious man, my brother," desisnya. Aku agak terkesima, karena aku merasa selama ini aku bukan seorang yang religious. Shalat dan ibadah lainnya masih seadanya dan selalu mencari ibadah yang paling mudah. Shalatku pun masih banyak bolongnya.
Sesampainya kami di apartmen Gustav, aku pun disuruh untuk beristirahat. "Morgan, kamu tidur saja di kamarku, kamar tamu digunakan Vera." Di kamar Gustav, tersedia medium double bed. Di ruang umum, ada sofa dan meja makan. Ada pula dapur dan kamar mandi di luar. Apartment Gustav cukup besar untuk dihuni sendiri. Setahuku biasanya seorang bujangan hanya menggunakan apartment type studio, tapi apartment Gustav terdiri dari dua kamar tidur dan dua kamar mandi lengkap dengan ruang tamu dan dapur.