Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Prioritas Strategis Mengatasi Perilaku Beracun di Tempat Kerja

2 Agustus 2022   20:40 Diperbarui: 2 Agustus 2022   20:42 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut penelitian McKinsey, lebih dari 60 persen hasil negatif di tempat kerja disebabkan oleh perilaku beracun di tempat kerja.

Perilaku kerja beracun adalah perilaku interpersonal yang dialami oleh insan perusahaan dan membuat mereka merasa tidak dihargai, diremehkan, atau tidak aman, seperti perlakuan tidak adil atau merendahkan, perilaku tidak inklusif, sabotase, persaingan kejam, manajemen yang kasar, dan perilaku tidak etis dari pemimpin atau rekan kerja.

Akibat dari perilaku kerja beracun menimbulkan fenomena burnout, distress, gejala depresi, dan kecemasan pada banyak insan perusahaan yang mempengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan. 

Fenomena burnout merupakan kelelahan insan perusahaan yang luar biasa, berkurangnya kemampuan untuk mengatur proses kognitif dan emosional, dan jarak mental. 

Distress merupakan respons stres negatif, sering kali melibatkan afek negatif dan reaktivitas fisiologis. Gejala depresi dapat dilihat ketika seorang insan perusahaan memiliki sedikit minat atau kesenangan dalam melakukan sesuatu, dan merasa sedih, tertekan, atau putus asa. Dan, gejala kecemasan insan perusahaan terlihat dari perasaan gugup, cemas, atau gelisah yang sulit dihentikan atau dikendalikan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak pengusaha telah merespons dengan berinvestasi lebih banyak ke dalam kesehatan mental dan kesejahteraan daripada sebelumnya. 

Perusahaan menawarkan sejumlah manfaat kesehatan seperti yoga, langganan aplikasi meditasi, hari-hari kebugaran, dan pelatihan tentang manajemen waktu dan produktivitas.

Menurut survey McKinsey, diperkirakan sembilan dari sepuluh organisasi di seluruh dunia menawarkan beberapa bentuk program kesehatan. Akan tetapi, pemberi kerja masih berfokus pada intervensi tingkat individu yang memulihkan gejala, daripada menyelesaikan penyebab kelelahan insan perusahaan.

Sudah seharusnya, perusahaan memperlakukan kesehatan mental dan kesejahteraan insan perusahaan sebagai prioritas strategis. Hal tersebut merupakan dasar untuk sukses. 

Ketika sebuah organisasi besar mencapai pengurangan 7 persen dalam tingkat kejenuhan insan perusahaan (dibandingkan dengan peningkatan rata-rata nasional 11 persen dalam industri selama periode yang sama), CEO harus yakin bahwa kepemimpinan dan perhatian berkelanjutan dari tingkat tertinggi organisasi adalah kunci untuk membuat kemajuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun