Jaman saya dulu, menjadi pegawai negeri merupakan cita-cita banyak orang. Orangtua akan sangat bangga jika anaknya menjadi pegawai negeri.
Pas krisis moneter terjadi tahun 1998, karena sulitnya ekonomi pada saat itu, pemerintah pun tidak menambah pegawai negeri hampir satu dasawarsa, sehingga banyak lulusan sarfjana pun mengalihkan cita-citanya menjadi karyawan swasta atau pun berwirausaha.
Ketika keran penerimaan pegawai negeri baru dibuka kembali sekitar tahun 2008, maka kembali berbondong-bondong orang antri ikut pendaftaran menjadi pegawai negeri. Bahkan yang sudah bekerja 5-10 tahun pun rela melepaskan karirnya untuk mejadi pegawai negeri.
Saat itu, saya sedang menjadi R&D Departement Head sebuah Bank Nasional yang sedang mengembang jaringan ke seluruh pelosok Indonesia merasakan dampak dari penerimaan pegawai negeri baru tersebut. Banyak pegawai yang sudah kami siapkan untuk pengembangan cabang-cabang baru, tiba-tiba mengundurkan diri karena "lulus" diterima menjadi pegawai negeri.
Padahal, sebagian mereka bukanlah pegawai yang baru 1-2 tahun kami rekrut, tetapi juga yang sudah punya masa kerja lebih dari 5 tahun. Mereka rela melepaskan kesempatan untuk karier yang sudah dirintis di bank, demi menjadi pegawai negeri.
Ketika exit assessment, sebagian besar data yang kami peroleh sehubungan perginya mereka dari bank menjadi pegawai negeri adalah karena merasa kehidupan masa depannya lebih terjamin karena danya uang pensiunan bulanan dan ritme kerja jauh lebih santai dibandingkan kerja di bank yang terkadang tidak mengenal siang malam ataupun sabtu minggu.
Bahkan yang membuat surprise, sebagian mereka rela menjual asset sebagai pelancar untuk dapat diterima menjadi pegawai negeri pada masa itu. Dan, orangtuanya pun lebih bangga anaknya menjadi pegawai negeri daripada karier di tempat lain.
Namun, sepertinya masa kejayaan dan kebanggan menjadi pegawai negeri itu segera berakhir dengan ramainya kabar pemerintah akan menerapkan teknologi di sistem administrasi negara dengan mengganti tenaga kerja alias Pegawai Negeri Sipil (PNS)/ Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan tenaga robot. Dengan begitu, rencana pemerintah untuk mengurangi jumlah PNS/ASN dalam beberapa tahun ke depan semakin dekat untuk terealisasi.
Rencana transformasi dari tenaga manusia menjadi robot tersebut sempat disinggung oleh Presiden RI, Joko Widodo, pada pembukaan Musrenbangnas RPJMN 2020-2024, Desember 2019 yang lalu. Jokowi mengatakan, pergantian tersebut dapat memudahkan untuk pengambilan keputusan dari tingkat daerah maupun nasional.
Kehadiran Artificial Intelligence (robot) sejatinya memang dapat menggantikan beberapa tugas pelayanan publik yang sebelumnya dikerjakan oleh eselon III dan IV. Misalnya, terkait pengolahan data yang sebelumnya dilakukan secara manual sebenarnya dapat diformulasikan oleh sistem.