Human capital adalah pengetahuan, atribut, keterampilan, pengalaman, dan kesehatan tenaga kerja. Hal-hal tersebut menyumbang sekitar dua pertiga dari total kekayaan individu. Saat ini, perusahaan pada dasarnya mempertimbangkan kembali apa yang ingin mereka lakukan dengan sumber daya manusia mereka. Sementara di sisi pekerja, mereka  menilai kembali bagaimana mereka ingin terlibat dengan pekerjaan, untuk siapa mereka ingin bekerja, jenis pekerjaan apa yang ingin mereka lakukan, dan dengan syarat apa yang ingin mereka lakukan.
Perusahaan, biasanya, berpikir tentang bagaimana menggunakan sumber daya manusia untuk menciptakan nilai bagi perusahaan. Akan tetapi, human capital seutuhnya milik pekerja (insan perusahaan), yang membuat keputusan sepanjang waktu untuk menambah dan meningkatkan modal insani mereka. Berada di sebuah perusahaan hanyalah bagian dari perjalanan hidup seorang pekerja.
Perusahaan yang ingin mempertahankan insan perusahaan dan memaksimalkan sumber daya manusia mereka akan bijaksana untuk fokus pada sumber daya manusia dari perspektif individu. Dengan memikirkan bagaimana memperkaya perjalanan hidup insan perusahaan bisa menjadi kerangka acuan yang lebih menjanjikan daripada memikirkan, "Bagaimana saya bisa mendapat untung dari insan perusahaan?"
Penelitian McKinsey menunjukkan bahwa sekitar setengah dari penghasilan seorang insan selama hidup mereka terkait dengan keterampilan yang mereka peroleh melalui pekerjaan. Penelitian-penelitian sebelumnya, biasanya, berfokus pada nilai pendidikan, kualifikasi, dan kredensial saat seseorang memasuki tempat kerja. Semua itu penting, tetapi keputusan yang dibuat mengenai peran, pekerjaan, dan keterampilan yang diperoleh melalui kehidupan kerja seorang insan akan mendorong penghasilan mereka.
Perusahaan yang menganggap diri mereka sebagai bagian dari perjalanan akumulasi human capital, akan mengubah jenis investasi yang mereka lakukan dan peluang yang mereka ciptakan untuk insan perusahaan.
Menurut Anu Madgavkar, mitra McKinsey di New Jersey dalam tulisannya di McKinsey Quarterly, 23 Juni 2022 , terdapat tiga perubahan pikiran utama yang perlu dipertimbangkan dalam memjaga insan perusahaan sebagai human capital.
Perubahan pertama adalah bagi perusahaan untuk mulai menilai seorang insan berdasarkan potensi mereka, bukan hanya berdasarkan kesuksesan dalam peran mereka saat ini. Kita sudah tahu bahwa pekerja mampu belajar dengan baik. Peran baru di perusahaan Amerika biasanya melibatkan 30% keterampilan baru, dan pekerja yang bergerak ke atas, yang meningkatkan kompensasi dan penghasilan mereka lebih cepat, biasanya mengambil peran yang menuntut rata-rata 40% keterampilan baru.
Namun, banyak perusahaan sering tidak bertindak seolah-olah hal tersebut adalah masalahnya. Terlalu sering, mereka mencari yang paling cocok dan itu terlalu buruk. Perusahaan bukanlah mencari tiruan, tetapi mencari seseorang yang memiliki apa yang diperlukan.
Perusahaan pintar sudah melakukan investasi besar untuk menilai potensi seorang insan. Beberapa alat disusun untuk mengevaluasi, apakah insan perusahaan memiliki serangkaian keterampilan teknologi tertentu yang diperlukan. Sementara yang lain, melihat pola perilaku untuk menilai apakah insan tersebut berjiwa wirausaha dan mampu melampaui peran mereka saat ini.
Perubahan kedua adalah bagi perusahaan untuk merangkul gagasan mobilitas. Perusahaan harus mendapatkan sisi yang lebih baik dari dinamika perubahan yang kita lihat saat terjadinyan "Pengunduran Diri Hebat" selama masa pandemic Covid-19.