Malam ini kita sudah memasuki Ramadhan hari ke-27. Bagi sebagian orang, malam ini merupakan puncak ibadah untuk mendapatkan ampunan Allah.
 Tiada yang paling memberatkan manusia selain tumpukan dosa yang belum terampuni. Saat di dunia, dosa akan merampas ketenangan, menghilangkan keberkahan, mendatangkan kesialan dan aneka kesulitan, menghapuskan wibawa dan tanda kesalehan di wajah.
Dosa pun akan mengundang kebencian manusia dan laknat malaikat, merusak hubungan persaudaraan, merusak akal sehat, menjadikan pelakunya tampak bodoh, sampai akhirnya menghalangi manusia dari kematian husnul khatimah.
Adapun di akhirat, dosa-dosa yang tidak terampuni akan mendatangkan beragam kesedihan, ketakutan dan azab, sejak di alam kubur, alam penghisaban sampai kemudian menjerumuskan seseorang ke dalam neraka.
Maka, cukuplah ampunan dari Allah Al-Ghaffr sebagai kehormatan yang tiada bandingannya. Sesungguhnya, dia termasuk pesan utama yang diserukan para nabi dan inti dari seruan dakwah tauhid (QS Ibrahim, 14:10)
Inilah pula yang diserukan oleh Nabi Nuh as. kepada umatnya (QS Nuh, 71:7), Nabi Hud as. kepada umatnya (QS Hud, 11:52), Nabi Syu'aib as. kepada umatnya (QS Hud, 11:90), Nabi Saleh as. kepada umatnya (QS Hud, 11:61), juga dakwah Rasulullah SAW kepada umatnya (QS Fushshilat, 41:6; QS Hud, 11:3)
Maka, siapapun yang mendapatkan ampunan dari Allah Azza wa Jalla, baik saat hidup maupun matinya, sungguh dia telah mendapatkan sebaik-baik karunia dan semahal-mahal pemberian.
Dengan demikian, tiada yang paling layak untuk kita perlombakan dengan hamba Allah lainnya selain berlomba untuk mendapatkan ampunan dari-Nya (QS Al-Hadd, 57:21 dan Ali 'Imrn, 3:133).
Dan, yang namanya berlomba pasti mencerminkan kesungguhan, pengerahan semua kemampuan, sikap bergegas dan berlari, bukan berjalan santai atau tak peduli.
Oleh karena itulah mengapa, memohon ampunan Allah SWT adalah "amalan resmi" pada malam termahal sepanjang usia, yaitu Lailatul Qadar.