Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal, yakni alur keturunan yang berasal dari pihak ibu.Â
Oleh sebab itu, pihak keluarga ayah tidak terlalu terlibat atau berperan dalam kegiatan yang dilaksanakan dalam lingkungan keluarga anak pusako-nya.Â
Seluruh keluarga dari pihak ayah disebut sebagai "bako". Pria yang dilahirkan dari pihak bako yang menikah dengan wanita dari suku lain diistilahkan dengan anak pusako/anak pisang/anak ujung emas.
Menurut ketentuan adat, ada empat kegiatan dalam kehidupan anak pusako yang akan dilakukan secara khusus oleh pihak bako.Â
Pertama, dalam kegiatan turun mandi atau memotong rambut anak pusako setelah dilahirkan, lalu saat pernikahan (babako-babaki), setelah itu saat pengangkatan menjadi penghulu (pria), serta saat kematiannya.
Masyarakat Minang dikenal sebagai perantau yang menyebar ke seluruh pelosok negeri Indonesia, bahkan tidak sedikit menjadi diaspora di berbagai belahan dunia.Â
Ada hal yang menarik dari perantau Minang ini, yaitu pulang basamo, terutama dijadwalkan di bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri dan berhari raya bersama di kampung halaman.
Oleh karena adat Minangkabau memakai garis keturunan matrilineal, maka tentu saja mereka pulang ke rumah gadang suku ibunya, bukan ke rumah gadang ayah mereka.Â
Biasanya, dalam pulang basamo itu ada pula tradisi "bakumpua basamo" di rumah bako (rumah gadang pihak ayah).Â
Saat itu akan berkumpul anak-keturunan dari pihak ayah kakak beradik dan sepupunya yang menikah dengan wanita dari berbagai suku.