Dalam buku "Rahasia Ikhlas", Syaikh Abu Thalib Al-Makki menukilkan sebuah kisah tentang seorang ahli ibadah nan zuhud yang telah berkali-kali datang ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan umrah. Orang ini bernama Ali Al-Muwaffaq.
Dikisahkan, ketika telah menggenapkan ibadah haji untuk kesekian kalinya, Al-Muwaffaq duduk di bawah salah satu tiang Masjidil Haram. Kala itu, hatinya bertanya-tanya, "Sampai berapa kalikah aku harus bolak-balik ke masjid ini?"
Dia kemudian tertidur di bawah tiang tersebut dan lalu bermimpi. Di dalam mimpinya seseorang berkata kepadanya:
"Hai Al-Muwaffaq, jika engkau memiliki rumah tempat para tetamu-mu berkumpul, bukankah engkau hanya akan memanggil orang-orang yang kau cintai dan dia mencintaimu?"
Al-Muwaffaq pun langsung terbangun. Dia lalu berkata, "Terjawablah sudah pertanyaanku selama ini!"
Maka, jika kita bertanya, sampai kapan kita harus bolak balik ke masjid, pulang pergi ke rumah Allah untuk menunaikan shalat berjamaah atau mengikuti majelis ilmu. Atau, sampai kapan kita harus bolak balik membaca Al-Quran, menghapal dan menjaga hapalan Al-Quran.
Atau, sampai kapan kita bolak balik mengucapkan doa dan zikir yang sama, termasuk istighfar, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah, atau shalawat kepada Rasulullah SAW.
Atau, seperti saat ini, saat hari-hari Ramadhan telah memayungi kita, sampai kapan kita harus berlapar-lapar puasa, berlelah-lelah Tarawih dan shalat malam, bersusah-susah mengeluarkan harta untuk bersedekah di jalan-Nya, memberi makan orang yang berbuka, dan lainnya.
Boleh jadi itu adalah pertanda bahwa Allah Azza wa Jalla rindu bersua dengan kita. Dia pun memilih kita untuk bisa menikmati jamuan-Nya pada bulan penuh berkah ini. Atau, dosa kita terlalu banyak sehingga Allah ingin membersihkan kita agar kita layak berjumpa dengan-Nya.
Sesungguhnya, Rasulullah SAW telah bersabda: