Bagi wisatawan yang sedang berkunjung ke kota Sumedang atau pun para musafir yang sedang lewat, coba melangkahlah ke Masjid Agung Sumedang. Perhatikan baik-baik bentuk kubah masjid, lalu kita akan menemukan keunikan. Ya, bentuknya mirip pagoda!
Masjid Agung Sumedang dianggap memiliki nilai sejarah tinggi yang perlu dilestarikan sehingga dilindungi oleh Undang-Undang Kepurbakalaan Badan Arkeologi Republik Indonesia, karena selain berusia ratusan tahun, Masjid ini juga menjadi salah satu saksi bisu perjalanan panjang sejarah penyebaran Agama Islam di Nusantara pada umumnya dan di Kabupaten Sumedang pada khususnya.
Masjid Agung Sumedang berada di lingkungan kaum, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan, terletak di samping alun-alun kota Sumedang, di seberang Kantor Polisi Militer.
Masjid Agung dibangun pada tahun 1850 masehi di atas tanah wakaf Rd. Dewi Aisah, konon pembangunannya digagas oleh Pangeran Soegih atau Pangeran Soeria Koesoemah Adinata, Bupati Sumedang tahun 1836-1882.
Dari cerita yang berkembang secara lisan dan turun temurun di masyarakat, konon saat pembangunan Masjid Agung Sumedang secara kebetulan bertepatan dengan masuknya sejumlah imigran dari daratan Tiongkok yang hidup nomaden ke Sumedang. Salah satu bentuk pengabdian mereka adalah membantu mendirikan Masjid Agung Sumedang, sehingga tidak heran kubah masjid berbentuk mirip pagoda.
Bentuk mimbar Masjid Agung Sumedang sangat antik dan dibiarkan berdiri dalam bentuk aslinya, dengan empat tiang yang dicat keemasan dan bangunan kecil dengan atap limas. Tempat khatib berdiri dibuat dengan empat trap sebagai tangga dan tempat duduknya seperti singgasana kerajaan.