Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Fatamorgana Gelembung Keuangan

25 November 2021   06:44 Diperbarui: 25 November 2021   06:47 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Ilustrasi Fatamorgana Gelembung Keuangan by Merza Gamal

Seiring proses globalisasi, maka terjadilah penyebaran kapitalisme gaya baru ke seluruh dunia. Semua pihak, pada awal era ekonomi baru seolah memperoleh manfaat dari kapitalisme gaya baru tersebut yang mendorong peningkatan aliran dana yang belum pernah terjadi sebelumnya,

Terjadi peningkatan aliran dana dari negara maju ke dunia enam kali lipat dalam enam tahun, peningkatan perdagangan yang mencapai 90% lebih dalam satu dekade, dan angka pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. 

Kondisi ini awalnya diharapkan akan menciptakan lapangan kerja yang besar dan pertumbuhan kesejahteraan yang lebih baik. Inti kapitalisme era baru ditandai dengan kehadiran perusahaan-perusahaan teknologi yang merevolusi cara dunia berbisnis. Ia juga mengubah laju perubahan teknologi itu sendiri dan meningkatkan tingkat pertumbuhan produktivitas ke taraf yang tidak tercapai dalam seperempat abad lebih.

Dunia pernah mengalami revolusi ekonomi pada abad 18-19, yakni Revolusi Industri, yang menggeser basis perekonomian dari pertanian ke manufaktur. Era Ekonomi Baru juga menunjukkan pergesaran perekonomian sebagaimana Revolusi Industri. Pergeseran yang terjadi pada Era Ekonomi Baru adalah pergeseran produksi "barang" (manufaktur) ke produksi "gagasan".

Ekonomi Baru, lebih memerlukan pengolahan informasi dibandingkan persediaan barang. Mulai pertengahan era 1990-an, sektor manufaktur menyusut mendekati 14% dari total output perekonomian. Hal ini berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja yang bahkan jauh lebih kecil dari era sebelumnya.

Berubahnya basis perekonomian dari manufaktur ke gagasan, menjadikan perusahaan teknologi menjadi primadona dalam lapangan bisnis era ekonomi baru. Perusahaan-perusahaan teknologi menjadi rebutan para investor untuk menginvestasikan dana mereka. Rebutan investor dalam mengiventasikan dananya pada suatu sektor dapat mengakibatkan munculnya "kegairahan irasional"  dalam sebuah pasar.

Perlu disadari, bahwa dalam ekonomi pasar, harga merupakan faktor penting guna membangun kepercayaan dan berfungsi sebagai sinyal yang menuntun alokasi sumber daya. Jika harga didasari oleh informasi mengenai fakta dasar suatu pasar tertentu, maka keputusan yang dibuat investor berdasarkan harga tersebut merupakan keputusan yang sehat. Dengan demikian, sumber daya akan dialokasikan dengan baik dan perekonomian akan tumbuh dengan wajar.

Akan tetapi, apabila harga-harga sesungguhnya bersifat acak yang didasari oleh keranjingan irasional spekulator pasar, maka investasi akan kacau balau. Spekulasi muncul akibat terlalu mengandalkan kepercayaan pasar dibandingkan pengetahuan tentang pasar, dan kurang mengindahkan ekonomi riil yang melandasi pemilihan investasi.

Hal tersebut memunculkan sebuah "kegairahan irasional", sehingga harga-harga yang terjadi hanya didasari oleh keranjingan semata. Demi mengejar kenaikan harga dan keuntungan, para investor mengesampingkan pertimbangan-pertimbangan normal perilaku investasi rasional. Mereka melakukan investasi di dalam pasar yang sebenarnya bercirikan risiko tinggi.

Perkembangan yang tidak rasional tersebut, menurut Gilpin & Gilpin (2000), merupakan tahap "mania" atau "gelembung" dalam bom. Pada saat tahap ini semakin cepat, maka harga dan laju penambahan uang yang dispekulasikan pun meningkat. Kemudian, pada titik tertentu pasar akan mencapai puncaknya. Beberapa investor dalam mulai mengkonversi investasinya ke bentuk uang atau memindahakan ke investasi lain, untuk mengantisipasi kondisi yang akan terjadi berikutnya.

Melihat hal itu, banyak spekulan yang sadar, bahwa "permainan" akan berkahir dan ikut menjual asset-asset investasi mereka. Lomba adu cepat untuk keluar dari asset-asset yang berisiko dan bernilai tinggi menjadi semakin sengit, dan pada akhirnya berubah menjadi gerombolan liar yang mengejar kualitas dan keamanan.

Peritiwa tersebut dapat menimbulkan sinyal pasar yang memicu kekacauan dan menyebabkan paniknya dunia keuangan. Kepanikan tersebut dapat berupa kegagalan bank, bangkutnya suatu perusahaan, atau sejumlah peristiwa yang tidak mendukung lainnya. Ketika para investor terburu-buru keluar dari pasar, harga-harga pun berjatuhan, kebangkutan meningkat, dan "gelembung" spekulasi akhirnya meletus yang menyebabkan harga ambruk.

Kepanikan terjadi setelah para investor dengan putus asa mencoba menyelamatkan diri mereka sedapat mungkin. Kemudian, bank-bank menghentikan pinjaman yang menyebabkan remuknya kredit, suatu masa resesi, atau bahkan mungkin depresi mengikutinya. Pada akhirnya, panik akan mereda dengan cara tertentu, ekonomi terpulihkan, dan pasar kembali pada kesetimbangan, setelah membayar sedemikian mahal.

Menurut Stiglitz (2003), selama bertahun-tahun, semakin banyak bukti bahwa pasar sering tidak berjalan dengan baik. Walaupun, hubungan antar harga saham dengan informasi masuk akal, tetapi seringkali naik turunnya harga tidak demikian. 

Fluktuasi pasar benar-benar acak. Sifat pasar yang acak dan tidak efisien mempunyai biaya yang mahal dan menyebabkan suatu perusahaan mendapatkan investasi berlebih, sementara sebagian perusahaan lain mendapatkan investasi telalu sedikit bahkan mungkin tidak dapat sama sekali.

Pertumbuhan ekonomi di era ekonomi baru yang seringkali diwarnai dengan kegairahan irasional, juga menimbulkan suatu kondisi lain. Kondisi tersebut melahirkan pemisahan yang semakin besar antara kepemilikan dengan pengelolaan korporasi. Pengelola perusahaan atas nama jutaan pemegang saham mengelola korporasi. Namun, pemegang saham awam sulit memahami apa yang sesungguhnya terjadi atas investasi mereka pada korporasi tersebut.

Kondisi yang terjadi saat ini dikenal sebagai modal uang atau kapitalisme uang (Korten, 1999). Pemilik modal menjadi semakin jauh dari concern sosial dan terpisah dari realitas perdagangan praktis. 

Mereka menggantungkan hidup dari pendapatan yang diperoleh dari kepemilikan uang dan mengharapkan tabungan yang diinvestasikan semakin menumpuk, namun kondisi tersebut menyimpang dari realitas ekonomi yang mendasarinya.

Kapitalisme uang telah memberikan kesempatan kepada orang yang memiliki uang untuk meningkatkan tututan mereka terhadap kumpulan kekayaan masyarakat yang sesungguhnya tanpa memberi kontribusi kepada produksinya. Aktivitas seperti itu, menyebabkan sejumlah kecil orang menjadi kaya tapi tidak produktif.

Menurut Korten, ketidakmampuan kapitalisme uang untuk membedakan antara investasi yang produktif dan yang ektraktif merupakan salah satu sifat yang menjadi ciri khasnya. Berdasarkan logika kapitalisme uang, definisi uang adalah kekayaan, dan tujuan aktivitas ekonomi adalah bagaimana menciptakan uang sebanyak mungkin.

Dari sebuah studi yang dilakukan oleh Mc Kinsey, dilaporkan bahwa asset keuangan negara-negara maju tumbuh dua kali lebih cepat daripada pertumbuhan PDB mereka. 

Hal itu, menunjukkan bahwa tuntutan yang potensial terhadap hasil ekonomi berkembang dua kali lipat daripada laju pertumbuhan hasil itu sendiri. 

Pembesaran asset keuangan seperti itu, merupakan suatu distorsi ekonomi yang amat menyesatkan. Penyesatan itu terjadi, menurut Korten, karena pemindahan kekuasaan ekonomi dari orang yang menciptakan kekayaan yang sesungguhnya kepada orang yang membuat uang.

Menciptakan sebuah gelembung keuangan (financial bubble), telah menjadi salah satu cara membuat uang tanpa memberikan kontribusi produktif bagi sebagian orang. 

Seringkali terjadi, suatu lembaga mempromosikan sebuah skema invetasi yang tidak didukung oleh suatu aktivitas yang produktif. Banyak pemilik tabungan tergoda untuk ikut serta menanamkan investasinya akibat kepiawaian promosi yang dilakukan dengan janji keuntungan yang sangat besar setiap bulan.

Oleh karena banyaknya dana yang masuk, dengan gampang pihak yang melakukan promosi tersebut memakai sebagian uang dari investor untuk membayar keuntungan-keuntungan yang telah dijanjikan kepada investor yang datang terlebih dahulu. 

Pembayaran keuntungan ini menimbulkan rasa percaya terhadap skema itu, sehingga menambah keyakinan banyak orang untuk berinvestasi.

Akibatnya, banyak orang dicengkram demam spekulasi dan menjual asset mereka untuk ikut serta dalam keuntungan besar yang dijanjikan  berupa harta kekayaan yang diperoleh tanpa susah payah. 

Kemudian, pada titik tertentu, semua menjadi terbalik. Asset yang dipertaruhkan untuk mendapatkan kekayaan yang luar biasa, hanya menjadi impian kosong dengan hilangnya pihak yang seharusnya bertanggungjawab.

Gelembung keuangan (financial bubble) yang bersifat spekulatif tersebut melibatkan penawaran benda-benda yang jauh lebih besar daripada nilai yang sesungguhnya. 

Menurut Korten (1999), kondisi itu, juga dapat terjadi dalam bursa dunia. Banyak orang berdasarkan keyakinan yang salah, bahwa membeli saham atau reksa dana akan menghasilkan keuangan yang produktif di masa depan.

Penulis: MERZA GAMAL 

  • Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
  • Author of Change Management & Cultural Transformation
  • Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun