Peritiwa tersebut dapat menimbulkan sinyal pasar yang memicu kekacauan dan menyebabkan paniknya dunia keuangan. Kepanikan tersebut dapat berupa kegagalan bank, bangkutnya suatu perusahaan, atau sejumlah peristiwa yang tidak mendukung lainnya. Ketika para investor terburu-buru keluar dari pasar, harga-harga pun berjatuhan, kebangkutan meningkat, dan "gelembung" spekulasi akhirnya meletus yang menyebabkan harga ambruk.
Kepanikan terjadi setelah para investor dengan putus asa mencoba menyelamatkan diri mereka sedapat mungkin. Kemudian, bank-bank menghentikan pinjaman yang menyebabkan remuknya kredit, suatu masa resesi, atau bahkan mungkin depresi mengikutinya. Pada akhirnya, panik akan mereda dengan cara tertentu, ekonomi terpulihkan, dan pasar kembali pada kesetimbangan, setelah membayar sedemikian mahal.
Menurut Stiglitz (2003), selama bertahun-tahun, semakin banyak bukti bahwa pasar sering tidak berjalan dengan baik. Walaupun, hubungan antar harga saham dengan informasi masuk akal, tetapi seringkali naik turunnya harga tidak demikian.Â
Fluktuasi pasar benar-benar acak. Sifat pasar yang acak dan tidak efisien mempunyai biaya yang mahal dan menyebabkan suatu perusahaan mendapatkan investasi berlebih, sementara sebagian perusahaan lain mendapatkan investasi telalu sedikit bahkan mungkin tidak dapat sama sekali.
Pertumbuhan ekonomi di era ekonomi baru yang seringkali diwarnai dengan kegairahan irasional, juga menimbulkan suatu kondisi lain. Kondisi tersebut melahirkan pemisahan yang semakin besar antara kepemilikan dengan pengelolaan korporasi. Pengelola perusahaan atas nama jutaan pemegang saham mengelola korporasi. Namun, pemegang saham awam sulit memahami apa yang sesungguhnya terjadi atas investasi mereka pada korporasi tersebut.
Kondisi yang terjadi saat ini dikenal sebagai modal uang atau kapitalisme uang (Korten, 1999). Pemilik modal menjadi semakin jauh dari concern sosial dan terpisah dari realitas perdagangan praktis.Â
Mereka menggantungkan hidup dari pendapatan yang diperoleh dari kepemilikan uang dan mengharapkan tabungan yang diinvestasikan semakin menumpuk, namun kondisi tersebut menyimpang dari realitas ekonomi yang mendasarinya.
Kapitalisme uang telah memberikan kesempatan kepada orang yang memiliki uang untuk meningkatkan tututan mereka terhadap kumpulan kekayaan masyarakat yang sesungguhnya tanpa memberi kontribusi kepada produksinya. Aktivitas seperti itu, menyebabkan sejumlah kecil orang menjadi kaya tapi tidak produktif.
Menurut Korten, ketidakmampuan kapitalisme uang untuk membedakan antara investasi yang produktif dan yang ektraktif merupakan salah satu sifat yang menjadi ciri khasnya. Berdasarkan logika kapitalisme uang, definisi uang adalah kekayaan, dan tujuan aktivitas ekonomi adalah bagaimana menciptakan uang sebanyak mungkin.
Dari sebuah studi yang dilakukan oleh Mc Kinsey, dilaporkan bahwa asset keuangan negara-negara maju tumbuh dua kali lebih cepat daripada pertumbuhan PDB mereka.Â
Hal itu, menunjukkan bahwa tuntutan yang potensial terhadap hasil ekonomi berkembang dua kali lipat daripada laju pertumbuhan hasil itu sendiri.Â