Semua kita mungkin sudah tahu dan paham, bahwa sudah selayaknya mematikan HP atau gadget kita saat memasuki masjid sebagai rumah ibadah. Namun sebagai manusia biasa yang sering lupa dan alpa, kita tidak mematikan peralatan komunikasi kita tersebut. Lalu, pada saat kita sedang shalat, tiba-tiba berbunyilah HP dan gadget di tengah kekhusyukan kita. Makin didiamkan, sang gadget semakin merontah untuk segera diangkat atau dijawab. Tentu saja hal tersebut bukan hanya menggangu kekhusyukan kita, tapi juga mengganggu jamaah lain yang sedang melalukan shalat berjamaah atau pun pada saat melakukan ibadah lainnya yang membutuhkan ketenangan.
[caption id="attachment_335409" align="aligncenter" width="448" caption="Photo by Merza Gamal"][/caption]
Jika kondisi di atas terjadi, lalu apa yang harus kita lakukan. Apakah kita diam saja dan membiarkan sampai shalat kita selesai? Atau, bolehkah kita mematikan gadget tersebut di tengah shalat kita?
Jika gadget kita berbunyi tatkala kita sedang shalat di masjid, maka segeralah ambil gadget atau HP tersebut dan segera matikan (tanpa perlu dilihat dulu siapakah gerangan yang memanggil). Jika kita membiarkan HP tersebut berlama-lama berbunyi, apalagi kalau “ringtone”-nya berupa musik atau lagu-lagu, akan bisa mengganggu kekhusyu’an sholat para jama’ah yang lainnya. Gerakan kita mengambil dan mematikan HP itu adalah gerakan yang memang diperlukan tanpa kita berpindah dari tempat shalat.
Lalu, apakah shalat kita menjadi batal karena mematikan HP atau gadget saat shalat sedang berlangsung?
Hukum me-nonaktifkan HP di saat shalat berjamaah adalah boleh dan tidak membatalkan shalat, dengan argumentasi sebagai berikut :
Pertama, Dalam kitab fikih yang berjudul Kitâb al-Fiqh 'Alâ al-Mazâhib Al-Arba'ah, jilid I, karangan Abdurrahman bin Muhammad 'Awadh Al-Jaziri, halaman 297 disebutkan bahwa pendapat ulama mazhab Syafi'iah tentang perbuatan yang banyak (al-'amal al-katisr) itu dapat membatalkan shalat apabila dilakukan tanpa uzur (alasan yang dapat diterima). Dalam buku itu dicontohkan: orang sakit yang anggota tubuhnya tidak tahan diam dalam waktu lama, boleh menggerak-gerakkan badannya sekedar yang ia butuhkan. Berdasarkan ini, jika karena darurat, maka melakukan gerakan yang banyak dalam shalat tidak batal.
Kita memandang bahwa menghilangkan kebisingan yang muncul dari seseorang dengan suara HP atau apa saja yang ia bawa di saat shalat adalah sesuatu yang darurat (sangat penting). Oleh karenanya, maka seseorang boleh me-nonaktifkan HP-nya yang berdering di saat shalat, baik itu dengan mengambil terlebih dahulu dari sakunya atau dari dalam tas yang terletak di hadapannya, lalu kemudian me-nonaktifkannya, meskipun pekerjaan tersebut membutuhkan gerakan yang banyak atau tiga gerakan besar yang dilakukan secara berturut-turut.
Kedua, Dalam kitab Fiqh As-Sunnah, Jilid I, hal. 323, syekh Sayyid Sabiq, pengarang kitab tersebut, menukil pendapat imam Nawawi (salah satu pembesar ulama mazhab Syafi'iah) yang menyatakan bahwa, seperti "memberi isyarat untuk menjawab salam, melepaskan sandal, mengangkat serban lalu meletakkannya, memakai pakaian yang ringan dan membukanya, mengangkat benda kecil dan meletakkannya, menghalau orang yang melintas di hadapannya, menampung ludahnya dengan pakaiannya, dan yang semisal dengan yang hal-hal tersebut", tidak membatalkan shalat, karena dianggap perbuatan ringan. Gerakan menonaktifkan HP atau gadget, barangkali tidaklah terlalu jauh berbeda dengan gerakan-gerakan perbuatan yang dicontohkan oleh imam Nawawi. Berdasarkan ini, maka gerakan me-nonaktifkan gadget tidak membatalkan salat.
Ketiga, Logika yang dibangun dalam kaedah hukum Islam (Fikih) ialah mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau menghindarkan mudharat yang akan menimpa orang banyak lebih diutamakan daripada mudharat yang akan menimpa perseorangan, atau dalam bahasa kaedah hukum: Yutahammalu Adh-Dhararu Al-Khâsshu Li Daf'i Dhararin âmmin. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menjaga konsentrasi (kekhusyukan) orang banyak dalam shalat lebih diutamakan ketimbang menjaga kemungkinan batal shalat si pemilik gadget jika bergerak untuk me-nonaktifkan gadgetnya.
Jika dalam kondisi terpaksa, jangankan bergerak untuk menonaktifkan HP, berlari pun dibolehkan, seperti dalam situasi perang. Oleh karena itu, prinsip utama harus dipegang bahwa menjaga konsentrasi orang banyak dalam salat dapat dianggap sesuatu yang darurat (sangat penting). Inilah alasan yang dapat diajukan sehubungan dengan solusi bagi orang yang terlanjur tidak me-nonaktifkan gadgetnya sebelum salat berjamaah.
Agar pada saat shalat di masjid kita tidak terganggu, maka setiap memasuki masjid, baik itu untuk shalat atau sekedar berdiam di masjid, hendaklah terlebih dahulu nonaktifkan HP atau gadget kital. Dan jika ada hal penting yang memaksa kita untuk selalu mengaktifkan HP atau gadget meskipun sedang berada di masjid, minimal kita berusaha untuk me-nonaktifkan dering dan getarnya, agar ketika ada panggilan, tidak seorangpun yang mendengarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H