Ketiga, Logika yang dibangun dalam kaedah hukum Islam (Fikih) ialah mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau menghindarkan mudharat yang akan menimpa orang banyak lebih diutamakan daripada mudharat yang akan menimpa perseorangan, atau dalam bahasa kaedah hukum: Yutahammalu Adh-Dhararu Al-Khâsshu Li Daf'i Dhararin âmmin. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menjaga konsentrasi (kekhusyukan) orang banyak dalam shalat lebih diutamakan ketimbang menjaga kemungkinan batal shalat si pemilik gadget jika bergerak untuk me-nonaktifkan gadgetnya.
Jika dalam kondisi terpaksa, jangankan bergerak untuk menonaktifkan HP, berlari pun dibolehkan, seperti dalam situasi perang. Oleh karena itu, prinsip utama harus dipegang bahwa menjaga konsentrasi orang banyak dalam salat dapat dianggap sesuatu yang darurat (sangat penting). Inilah alasan yang dapat diajukan sehubungan dengan solusi bagi orang yang terlanjur tidak me-nonaktifkan gadgetnya sebelum salat berjamaah.
Agar pada saat shalat di masjid kita tidak terganggu, maka setiap memasuki masjid, baik itu untuk shalat atau sekedar berdiam di masjid, hendaklah terlebih dahulu nonaktifkan HP atau gadget kital. Dan jika ada hal penting yang memaksa kita untuk selalu mengaktifkan HP atau gadget meskipun sedang berada di masjid, minimal kita berusaha untuk me-nonaktifkan dering dan getarnya, agar ketika ada panggilan, tidak seorangpun yang mendengarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H