Mohon tunggu...
Meryssa Wijaya
Meryssa Wijaya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Menghadapi Tahun Politik Indonesia

31 Januari 2018   06:34 Diperbarui: 31 Januari 2018   07:03 1734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia sudah mulai memasuki tahun politik, yakni akan dilaksanakannya pemilihan kepala daerah serentak 2018 dan pemilihan umum presiden 2019. Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo selalu mengingatkan agar masyarakat Indonesia tidak berseteru satu sama lain di tahun politik. "Pilih pemimpin yang baik setelah itu rukun kembali. 

Jangan sampai dibawa bertahun-tahun suasana Pemilu masih ada, kebencian diangkat-angkat terus," kata Presiden Jokowi seperti dikutip banyak media. Banyak kekhawatiran akan terjadinya gejolak-gejolak yang terjadi antar masyarakat yang nantinya berpengaruh di berbagai bidang lain seperti ekonomi dan sosial di Indonesia.

Salah satu contohnya adalah indikasi keterlibatan Polri dalam pusaran politik yang ditunjukkan dengan sejumlah anggota Polri yang mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah.

Dari sisi politiknya, masih banyak pejabat yang berebut kursi pemerintahan sehingga memungkinkan terjadinya situasi-situasi panas atau terjadinya kampanye hitam (upaya merusak atau mempertanyakan reputasi seseorang, dengan mengeluarkan propaganda negatif). Kampanye hitam tidak sesuai dengan demokrasi di Indonesia dan hal tersebut dapat mengancam perpecahan dengan terciptanya nanti dua kubu yang saling berlawanan.

Sejak masa Reformasi, masyarakat Indonesia bersyukur karena bebas mengeluarkan pendapat melalui pers dan media, baik cetak maupun online. Media sosial sendiri adalah media paling mudah dalam menyampaikan pendapat karena tidak ada sensor khusus sehingga tidak sedikit kabar atau berita yang ternyata tidak benar atau biasa disebut dengan "hoax". 

Masyarakat Indonesia sendiri biasanya mudah terpancing dengan berita-berita hoax tersebut sehingga masalah kecil dapat menjadi besar dan bisa mengancam perpecahan masyarakat Indonesia.

Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo menyampaikan tiga ciri-ciri berita hoax. Pertama, hoaks bisa mengakibatkan kecemasan, kebencian dan permusuhan. 

Kedua, sumber beritanya tidak jelas, medianya tidak terverifikasi, tak berimbang, dan cenderung menyudutkan pihak tertentu.Ketiga, hoaks juga bermuatan fanatisme atas nama ideologi, judul dan pengantarnya provokatif, memberikan penghukuman serta menyembunyikan fakta dan data. (kompas.com)

Sebagai masyarakat Indonesia yang baik, hendaknya kita menjalani tahun politik ini dengan damai. Lebih baik kita memilih pemimpin yang sesuai dengan keinginan kita untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih maju dan lebih berpikir terbuka serta menyaring berita-berita yang belum tentu benar tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun