Mohon tunggu...
Mery Novita siahaan
Mery Novita siahaan Mohon Tunggu... Mahasiswa - HKBP Theological Seminary

Ngerjain Hobi Sambil Bekerja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesetaraan Gender dan Feminisme

19 Maret 2021   08:37 Diperbarui: 19 Maret 2021   08:55 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Konsep mengenai kesetaraan gender dan feminisme tentunya akan menciptakan berbagai persepsi yang kurang tepat dalam sosial. Dan dalam hal ini, tentunya berbagai anggapan dan persepsi yang kurang tepat mengenai kesetaraan gender akan menghalangi peran perempuan dalam kehidupan sosial. Dalam hal ini, istilah "gender" berasal dari Bahasa Inggris gen, kemudian ditransfer ke dalam Bahasa Indonesia menjadi gender. Pengistilahan ini merupakan sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan karena dikonstruksi secara sosial dan berbagai pengaruh kultural, agama, dan politik. Dan sifat gender dapat berubah sewaktu-waktu dan bersifat kondisional, seperti anggapan laki-laki memiliki sifat rasional dan perempuan memiliki sifat yang emosional, laki-laki dianggap kuat dan perempuan dianggap lemah, laki-laki perkasa dan perempuan lemah lembut. Sehingga hal ini juga dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan dalam hal sistem kesetaraan gender dan feminisme.

Maka hal tersebut dapat menciptakan suatu ketidaklaziman dalam pemikiran sosial, dimana masyarakat menganggap perempuan memiliki keterbatasan kesempatan berdasarkan perbedaan ciri biologis primer. Sejak tahun 1800-an gender dan feminisme sudah muncul membawa misi kesamaan hak dan keadilan bagi perempuan. Seorang tokoh yang berpemikirin feminisme radikal dipelopori oleh Kate Millett dalam bukunya yang berjudul Sexuals Politics  bahwa relasi gender adalah relasi kekuasaan dan akar operasi terhadap perempuan terkubur dalam sistem seks/gender di dalam patriarki (Kate Millett: 1970,22). Masih didapatinya justifikasi dalam gender dan feminisme, sehingga kerap mengundang perhatian publik untuk memahami dan menyadarkan masyarakat agar tidak terjadinya ketidakadilan dan diskriminasi khususnya pada kaum perempuan.

Persoalan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (Genderinequalities). Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bagi kaum laki-laki, dan terutama terhadap kaum perempuan. Menurut Erich Fromm budaya partiarki dan dilanggengkan oleh mitos-mitos ideologi dan klaim idiom-idiom keagamaan  menjadi salah satu penyebab terciptanya sejarah pertentangan antara budaya  partiarkal dan matriarkal (Erich Fromm: 2002, 10).

Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, seperti terjadinya marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan streotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), dan sosialisasi ideologi nilai peran gender. Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan  pemiskinan ekonomi adalah ketika perempuan dalam faktor perbedaan gender dalam dunia kerja menempati posisi yang kurang strategis dalam meraih ekonomi yang besar. Lantas dengan terjadinya ketidakadilan gender tentunya akan menyudutkan posisi perempuan dalam berbagai aspek, dan hal ini akan memunculkan suatu gerakan baru bagi kaum feminis demi mewujudkan kestabilan dalam masyarakat. Menurut Kamla Bhasin, ia menyatakan bahwa apa yang terjadi dalam gender merupakan bagian atas realitas konflik sosial karena masih kurangnya pemahaman peran antara laki-laki dan perempuan(Kamla Bhasin:1998, 4).

Sehingga hal inilah yang seharusnya perlu dipahami masyarakat dan perlu diadakannya pemberdayaan perempuan dan laki-laki agar menyadari peran yang sesungguhnya dalam masyarakat. Maka kesetaraan gender dan feminisme mampu dikontrol dan konflik mengenai ketidakadilan yang terjadi dapat diatasi pada masa kini dan masa yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun