Mohon tunggu...
Mery Indriana
Mery Indriana Mohon Tunggu... Administrasi - swasta

penyuka senja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Janji Manis Membuat Buntung

28 Agustus 2021   13:42 Diperbarui: 29 Agustus 2021   22:30 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada era awal 2000an kita dikejutkan dengan berbagai aksi terorisme yang mengguncang dunia. Aksi itu masing-masing adalah Black September yaitu runtuhnya dua menara kembar WTC di New York dan beberapa gedung lain di Amerika Serikat pada 11September 2001. Peristiwa itu menewaskan total sekitar 3000 orang.

Sekitar setahun kemudian, kita dikejutkan lagi dengan peristiwa Bom Bali pertama pada 9 Oktober 2002. Ada sekitar tiga ledakan yaitu dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club di Jalan Legian, Kuta, Bali, sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat yang berada di wilayah Sanur.

Peristiwa Bom Bali pertama ini menelan korban total sekitar 200 orang dan menjadi satu sejarah kelam Indonesia soal terorisme. Para pelaku bom Bali (baik yang pertama dan kedua) adalah orang lokal yang ditengarai terafiliasi dengan jaringan radikal dunia. Pada saat itu ada kelompok jihadis Al-Qaeda adalah kelompok jihad radikal internasional di bawah Osama bin Laden.

Kelompok ini berfokus membersihkan dunia dari ancaman, seperti yang mereka rasakan, yang ditimbulkan oleh budaya Barat terhadap Islam. Kita tahu Sari Club dan Paddys Pub hanya menerima warga asing dalam cafe mereka dan menolak warga lokal. Warga asing dalam konsep jihadis adalah kafir dan mereka layak dibunuh.

Selain itu kita tentu ingat rentetan pengeboman di gereja di Jakarta pada Desember 2000 dan pengeboman di rumah Kedubes Filipina pada tahun yang sama. Pengeboman di rumah Kedubes Filipina terkait dengan pembakaran Kamp Abu Bakar di Mindanao, Filipina Selatan. Kamp itu terafiliasi dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF).

Rentetan bom ini terkait dengan salah satu teroris asal Indonesia yaitu Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin alias Hambali. Hambali menjadi satu target utama dari berbagai Operasi CIA di berbagai wilayah dan akhirnya ditangkap di Ayutthaya Thailand dan kini ditahan (sambil menunggu sidang ) di penjara tingkat maksimum yaitu teluk Guantanamo AS.

Baik Al-Qeada, Taliban, MILF dan kemudian ISIS memang punya kesamaan ideologi yaitu menjadi kelompok yang ingin menyelamatkan Islam dari berbagai ancaman budaya lain, agama lain maupun negara. Ideologi ini kemudian lebih dikenal sebagai ideologi transnasional.

Taliban yang mayoritas suku Pasthun misalnya. Ingin menjadikan Afganistan menjadi negara yang lebih baik dan islami dari sebelumnya, yang menurut mereka kotor ( karena terafiliasi dengan negara tertentu) dan korup. Begitu juga MILF yang memperjuangkan Moro untuk merdeka, lepas dari Filipina yang mereka anggap berbeda landasan dengan mereka. Begitu juga ISIS yang jejaknya sangat kuat bagi banyak warga dunia, juga ingin membangun sebuah negara berlandaskan Islam dan karena itu mereka membujuk (dengan segala cara) warga dunia untuk berjuang bersama.

Kelompok-kelompok ini menghalalkan membunuh pihak lain yang tidak sepaham. Karena itu kita harus waspada. Keinginan para ideolog itu mungkin terlihat baik dan sempurna namun sejatinya amat merusak sekitar dan akhirnya diri dan keluarga kita. Kita sudah melihat banyak contoh saat banyak keluarga asal Indonesia yang terbujuk manisnya janji ISIS untuk berjuang dengan mereka menegakkan syariat agama.

Namun apa yang mereka dapatkan ? Bukan untung, tapi malah buntung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun