Nyaris dua bulan ini (sejak akhir Februari) narasi online dan offline kita berkisar soal Covid-19 yang melanda kita dan sudah ditetapkan sebagai pandemic global. Lebih dari 200 negara didera penyakit ini.
Penyakit ini menyerang tanpa pandang bulu. Bisa menjangkiti orang kaya, pejabat, juga orang miskin dan tuna wisma sekalipun. Negara kaya dan maju bisa dibuat kelabakan sampai tak berdaya melawan penyakit mematikan ini. Kita lihat Amerika Serikat yang semula terkesan meremehkan penyakit ini ternyata memiliki penderita terbesar didunia. Presiden Donald Trump malah pernah menyebutnya sebagai penyakit 'China'. Tidak hanya AS, tetapi juga Inggris, Italia, Spanyol dan Jerman juga menderita karena penyakit ini.
Di China sendiri, kerja keras ditunjukkan oleh para professional khususnya tenaga medis untuk merawat pasien yang positif Covid-19. Mereka menutup akses alias lockdown kota Wuhan yang diyakini sebagai asal penyakit ini. Mereka juga membangun rumah sakit secara kilat untuk menampung para penderita yang mulai berjatuhan sejak pertengahan Desember. Dua sampai tiga bulan kemudian, penyakit itu kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk negara-negara di Asia Tenggara.
Begitu ganas dan agresifnya virus ini semestinya juga disikapi dengan prinsip kehati-hatian dan kesungguhan pemerintah dan rakyatnya untuk melakukan protocol kesehatan yang telah ditetapkan. Kepatuhan semua pihak itu perlu untuk kebaikan bersama sebagai bangsa.
Hanya saja di beberapa negara, ketentuan-ketentuan yang diputuskan oleh pemerintah dilihat dengan kacamata politik oleh pihak-pihak tertentu. Kacamata politik ini tidak lepas dari nuansa pilpres dan pileg pada 2019 lalu. Tapi dalam suasana wabah Covid-19 ini, prespektif politik tidak bisa lepas.
Memang tidak semua yang direncanakan berjalan dengan baik. Terus terang wabah ini di luar prakiraan kita semua, bahkan negara asal penyakit ini yaitu China. Sehingga beberapa keputusan pemerintah kita memang meniru negara lain, tapi tentu saja disesuaikan dengan budaya kita. Contoh nyata adalah lockdown. Lockdown yang diterapkan di Wuhan dan terbukti dapat memutus tali penyebaran Covid-19 tidak dapat dijiplak mentah --mentah di Indonesia. Sehingga lahirlah PSBB yang diyakini sesuai dengan budaya kita.
Namun memang pelaksanaan PSBB tidak semua sesuai rencana. Ada prakiraan-prakiraan yang melenceng. Situasi ini seperti peluru bagi pihak yang tidak suka dengan pemerintah dan menyeretnya ke ranah politik. Para politisi sering menyerang pemerintah meski situasi saat ini seharusnya dijauhkan dari prespektif politik.
Bagaimanapun tidak pada tempatnya mempersoalkan langkah-langkah Pemerintah soal Covid-19 pada saat ini. Malah politik bisa menjadi polutan bagi bangsa kita. Sebaliknya kita harus bahu membahu menghadapi Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H