Mohon tunggu...
Mery Indriana
Mery Indriana Mohon Tunggu... Administrasi - swasta

penyuka senja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rasionalitas, Kita, dan Media Sosial

21 Januari 2020   19:03 Diperbarui: 21 Januari 2020   19:07 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pemimpin Kerajaan Agung Sejagat via KOMPAS.com

Mungkin kita ingat dengan berita-berita soal Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) beberapa tahun lalu. Gafatar punya puluhan ribu pengikut, meliputi masyarakat kelas bawah sampai asyarakat yang punya tingkat edukasi tinggi. Dr Rica dan seorang dokter  temannya yang bermukim di Yogyakarta dan Jawa Tengah tetiba ditemukan di kabuaten Mempawah Kalimantan Barat pada awal tahun 2016.

Begitu juga beberapa keluarga PNS (ASN) di Yogya yang awalnya dilaporkan hilang setelah didatangi oleh seseorang yang misterius. Mereka ada yang semula berprofesi sebagai guru bahasa inggris, bidan, sampai dokter. Mereka lalu ditemukan di daerah Kalimantan Barat. Begitu juga ratusan keluarga juga seperti itu.

Gafatar adalah aliran kepercayaan yang dianggap sebagai salah satu penerus Al-Qiyadan Al-Islamiyah dan didirikan oleh Ahmad Moshaddeq yang menyatakan diri sebagai nabi yang sah bahkan berani menyatakan bahwa dia mesias. Oleh beberapa ahli, aliran ini adalah gabungan antara ajaran Islam, Kristen dan Yahudi.

Gafatar meniadakan beberapa kewajiban dalam Islam seperti salat lima waktu namun menggantinya dengan salat waktu terbit dan tenggelamnya matahari. Mereka juga mengubah kalimat shahadat. Mereka mencampurkan pemahaman Taurat, Al Quran dan Alkitab.

Banyak dari mereka kemudian pindah ke Kalimantan karena pengurus Gafatar menjanjikan kesejahteraan di tempat itu. Mereka memiliki ratusan hektar yang bisa diolah oleh para anggota Gafatar. Mereka memberikan gambaran jika di tanah baru itu mereka bisa mengembangkan kreativitas sesuai dengan minat masing-masing. Karena itu banyak yang terbujuk dan akhirnya meninggalkan pekerjaannya di kota asal dan kemudian pindah ke Kalimantan sesuai dengan bujukan mereka. Gafatar kemudian ditetapkan sebagai aliran sesat dan dilarang berkembang di Indonesia.

Banyak sekali aliran seperti Gafatar. Yang paling hits sekarang adalah Keraton Agung Sejagat di Purworejo. Kerajaan fiktif itu juga menarik perhatian banyak orang yang tertarik menjadi pengikutnya. Kini rajanya yaitu Toto Santoso dan sang ratu Fanni Aminadia ditangkap . Menurut aparat mereka sudah bisa mengumpulkan dana  dari masyarakat sebanyak 1,4 Milyar. Uang itu dikumpulkan oleh masyarakat yang tergiur iming-iming akan menjadi pejabat di kerjaan fiktif itu kelak.

Dari dua ilustrasi di atas, jelas sekali jika banyak masyarakat kita dipermainkan oleh akal sehat mereka sendiri untuk bergabung hal-hal seperti itu. Mereka seakan terpukau sekaligus menuruti aliran itu.

Selain fenomena-fenomena seperti Gafatar atau Keraton Agung Sejagat di atas, kita juga sering terjebak pada narasi-narasi yang tidak masuk akal di media sosial. Semisal hal-hal yang berkembang ketika pilpres dimana salah satu calon presiden waktu itu adalah keturunan PKI dan lain sebagainya. Dalam aturan kampanye negative campaingn memang diperbolehkan tetapi black campaign dilarang karena menjurus pada fitnah.

Setelah pilpres hal-hal yang jauh darikebenaran juga masih saja berkebang didisebarkan oleh orang yang tak suka dengan pihak lain melalui media sosial. Hal ini yang harus kita kajikembali. Karena bagaimanapun kita sudah melampaui proses bernegara yang sangat panjang sehingga hal-hal semacam ini seharusnya tidak terjadi.

Marilah kita kuatkan dasar-dasar kita bernegara dan dilandaskan rasionalitas kita sebagai warga negara. Mungkin saja kita tidak puas terhadap keadaan yang mungkin kita alami sekarang, mulai dari ekonomi sampai hukum, tapi ada mekanisme yang akan memprosesnya menjadi lebih baik.  Jangan terjebak pada hal-hal seperti Gafatar, Keraton Agung Sejagat dan fitnah-fitnah yang berseliweran itu. Marikita memakai akal sehat kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun