Sekitar tahun 2009 Indonesia ruang maya Indonesia digempur habis-habisan oleh pengaruh media sosial. Ini tak lepas dari booming gadget atau gawai yang menawarkan teknologi informasi yang lumayan maju. Akibatnya banyak orang yang 'terpesona' dengan kecanggihan alat kecil yang bisa melakukan banyak fungsi.
Bagaimana tidak. Sebuah gadget bisa membuat sesuatu yang awalnya tak mungkin menjadi mungkin. Semisal soal jarak. Di masa lalu, jika jarak jauh makan komunikasi sulit dilakukan.Â
Kini jarak pun tak jadi kendala karena teknologi bisa mengubah semuanya. Komunikasi jarak jauh bukan hanya bisa diatasi dengan suara (telewicara) tapi juga gambar). Dan temuan media sosial membuat itu semua menjadi sangat mudah
Dengan media sosial banyak hal bisa dilakukan. Semisal mencari teman di masa lalu. Berbincang dengan mereka , bertemu sampai reuni. Di media sosial satu pengajaran juga bisa ndilakukan dari seorang di tempat berbeda ke beberapa orang yang tempatnya juga berbeda. Â Tentu saja ini menimbulkan keuntungan luar biasa bagi para pengguna media sosial.
Tetapi di sisi lain ada aspek negatifnya. Dimana para pengguna media sosial dapat bertukar informasi negative. Atau bisa juga dia mendapat (secara tidak sengaja) informasi negative dari pihak atau institusi lain. Atau bisa juga dia mencari (dengan sengaja ) informasi tertentu. Ini bisa nyata dilihat dari pengaruh radikalisme yang melanda Indonesia sekitar 15 tahun terakhir ini. Radikalisme Indoensia berkembang dengan subur melalui internet, sebelum aturan0aturan tertentu diberlakukan.
Dan selama nyaris lima sampai enam tahun ini jagat media sosial menjadi sangat kacau balau. Penuh dengan informasi palsu (hoax) sampai pada ujaran-ujaran kebencian yang mewarnai sebagian besar dari media sosial di Indonesia. Akibatnya situasi pertemanan, persaudaraan dan persatuan yang semula sangat baik, menjadi kacau dan tak terarah. Sebenarnya situasi ini sangat tidak diinginkan oleh banyak orang.
Hanya saja, akhirnya banyak orang terjebak pada kondisi ini. Pemahaman terhadap literasi digital amat minim sedangkan gadget amat banyak dan orang sangat sedikit paham bagaimana sebaiknya berbicara (atau menulis) pesan di gadget. Saking tidak tahunya mereka, mereka terjebak pada saling caci maki dan tidak mengindahkan kesantunan.
Tentu saja hal ini menjadi situasi buruk dan sulit bagi bangsa kita untuk mengembalikan ke kondisi semula (persatuan, kesatuan dan perbedaan yang diakui secara bersama)
Karena itulah mungkin masing-masing kita bisa sadar diri untuk tidak mengumbar kemarahan kita di media sosial. Karena itu artinya orang tahu karakter kita dan orang menilai kita tak tahu bagaimana mempergunakan media sosial dengan baik.
Bangunlah karakter dengan baik terlebih dahuu sehingga kita bisa mempergunakan media sosial dan teknologi dengan baik dan benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H