Sebuah pernyataan yang pernah saya dengar menyatakan bahwa “Economy hates Humanity”. Benarkah demikian? Apakah segala tindakan dan keputusan ekonomi tak bisa berdampingan dengan kemanusiaan? Salah satu tindakan ekonomi yang paling terkenal yaitu eksplorasi dan eksploitasi. Bahkan banyak aktivis yang menyalahkan bahwa tindakan ekploitasi yang dilakukan oleh manusia telah melangkahi peradabaan yang penuh kemanusiaan. Manusia kembali masuk pada masa dimana ia belum mengenal peradaban dengan mengekplorasi dunia ini. Dan yang paling menyakitkan ialah bahwa eksploitasi ternyata tidak hanya melibatkan manusia dengan alam tetapi juga manusia dengan manusia. Maka tak jarang kita mendengar berbagai tindakan biadab yaitu eksploitasi manusia di berbagai belahan bumi ini.
Lalu, adakah manfaat dari eksplorasi dan ekspolitasi yang dilakukan oleh manusia? Jawabannya hanya satu yaitu semata-mata untuk mendapatkann keuntungan dari tindakan tersebut. Apakah setiap tindakan ekonomi di dunia ini hanya melibatkan untung dan rugi, kaya dan miskin, serta materi dan non materi?
Berabad-abad lalu Adam Smith dalam bukunya yang terkenal yaitu “The Wealth of Nation” menyatakan bahwa prinsip ekonomi adalah “Dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya dapat menghasilkan yang sebesar-sebesarnya”. Saya tentu saja tidak setuju dengan pernyataan ini, pasalnya pernyataan tersebut irasional dan tak dapat diterapkan di era saat ini . Sebagai contoh, jika Budi memiliki uang sebesar seratus ribu dan ia ingin membeli sepatu Nike seharga tujuh ratus ribu, apakah ia mampu mendapatkannya? Tentu saja tidak! Namun, Budi dapat memiliki dua pasang sepatu apabila ia membeli sepatu yang dijual dipinggir jalan dengan harga 50 ribu rupiah. Ini berarti bahwa dengan pengorbanan tertentu, kita dapat memperoleh hasil tertentu.
Maka kita dapat berasumsi bahwa ekonomi sebenarnya adalah suatu cara bagi umat manusia untuk dapat menentukan pilihan yang terbaik yang bisa dibuat. Dengan semua kebutuhan dan keinginan yang dimiliki oleh manusia, maka manusia harus menentukan pilihan terbaik dan ekonomi adalah caranya. Tindakan ekonomi bukan semata-mata hanya untuk menghasilkan keuntungan saja, namun esensinya adalah bagiamana menciptakan pilihan dan apakah pilihan tersebut adalah pilihan yang terbaik. Keuntungan hanyalah tujuan jangka pendek dari tindakan ekonomi namun jika kita mampu meniliki lebih jauh, maka tujuan sebenarnya dari setiap tindakan ekonomi adalah sustainability, yaitu kemampuan untuk bertahan lama atau keberlangsungan jangka panjang.
Dan tujuan inilah yang sebenarnya dibutuhkan bukan hanya untuk cakupan mikro tapi juga cakupan makro. Bahkan keberlangsungan dunia ini pun menjadi tanggung jawab setiap mahluk yang mendiami bumi ini.
Bisnis diibaratkan sebagai sebuah partikel kecil yang tinggal dan diam di dalam tubuh raksasa lingkungan dan masyarakat. Teori stakeholder perusahaan menyatakan bahwa korporasi seharusya menyediakan cakupan yang luas bagi kepentingan umum termasuk kepentingan makro bagi lingkungan korporasi dan bisnis.
Dengan kesadaran yang demikian maka saat ini banyak korporasi berlomba-lomba untuk “tampil baik” bagi society atau bagi lingkungannya. Maka tak heran jika kita melihat bahwa saat ini suatu gerakan iklan baru dipertontonkan kepada masyarakat. Gerakan ini disebut Coorporate Social Responsibility (CSR).Aktivitas CSR ini tampaknya disalahartikan hanya sebagai marketing tool dan strategi marketing bagi koorporasi dengan tujuan sebagai peningkatan aset tak terlihat. Sehingga tak jarang kita akan menemukan sebagian masyarakat antipati terhadap tindakan Coorporat Social Responsibility. Namun bukan hal ini yang menjadi inti sesungguhnya dari tanggung jawab sosial korporasi.
Korporasi besar baik swasta maupun milik negara saat ini semakin sadar bahwa pemilik kepentingan didalam suatu korporasi bukan hanya dewan direksi ataupun karyawan melainkan melibatkan kepentingan yang lebih luas seperti pemerintah, komunitas, media, organisasi nirlaba, dan masyarakat umum.
CSR menjadi suatu bentuk doktrin “pencerahan kepentngan diri’, yaitu ketika sebuah organsasi dalam mengejar keberhasilannya sekaligus membantu masyarakat luas menciptakan banyak peluang baru yang tidak hanya mendorong keberhasilan jangka panjang perusahaan, tetapi juga membawa manfaat bagi lingkungan yang lebih luas. Kita tentu masih ingat bagaimana kasus lumpur lapindo membuat gempar Indonesia bahkan sampai ke mancanegara. Kasus itu bermula dari proses pengeboran dan ekplorasi gas yang dilakukan oleh perusahaan Lapindo Brantas. Dan tanpa disadari ternyata proses tersebut menimbulkan kerugian baik bagi masyarakat maupun bagi perusahaan Laindo Brantas sendiri. Dan tentu dalam benak masyarakat kita bisa menebak bahwa setiap kita mendengar Lapindo, maka kita akan mengingat kejadian yang terjadi di Sidoarjo.
Inilah alasan mengapa CSR menjadi penting saat ini. CR bukan menjadi bagian “minta maaf” perusahaan atas dampak lingkungan yang ditimbulkan, melainkan CSR bertindak sebagai media untuk menciptakan ekonomi yang lebih humanis. CSR merupakan alat untuk menciptakan green economy yang lebih baik. Terciptanya green economy akan memberikan penghitungan yang lebih real terhadap setiap sen yang didapat dari tindakan ekonomi baik berupa eksplorasi maupun eksploitasi. Ekonomi hijau adalah ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Ekonomi hijau ingin menghilangkan dampak negatif pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam.
Konsep ekonomi hijau melengkapi konsep pembangunan berkelanjutan. Sebagaimana diketahui prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan adalah “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekonomi hijau merupakan motor utama pembangunan berkelanjutan.