Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pendekatan yang semakin mendapat perhatian dalam konteks pendidikan di Indonesia, terutama sejalan dengan penerapan Kurikulum Merdeka. Pendekatan ini didasarkan pada pemahaman bahwa setiap siswa memiliki keunikan kemampuan, minat, kebutuhan belajar, serta latar belakang sosial dan budayanya masing-masing. Oleh karena itu, pembelajaran berdiferensiasi berupaya memenuhi kebutuhan setiap siswa dengan menawarkan berbagai strategi pembelajaran yang lebih fleksibel dan beragam. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, pembelajaran berdiferensiasi memegang peranan yang sangat penting karena kurikulum ini memberikan kebebasan yang lebih besar kepada guru dan siswa untuk menentukan proses dan arah pembelajaran yang sesuai dengan potensi dan minat masing-masing.
   Dalam Kurikulum Merdeka, pembelajaran berdiferensiasi dilaksanakan melalui berbagai komponen, salah satunya dalam hal perencanaan pembelajaran. Guru diharapkan mampu merancang kegiatan pembelajaran yang dapat mengakomodasi perbedaan kebutuhan siswa, baik dalam aspek kognitif, sosial, maupun emosional. Misalnya, dalam satu kelas mungkin ada siswa yang membutuhkan tantangan yang lebih besar untuk mencapai potensinya, sementara siswa yang lain mungkin membutuhkan bantuan tambahan untuk lebih memahami materi. Dalam hal ini, guru perlu merancang kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan setiap siswa, misalnya dengan memberikan tugas yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kesulitan yang tepat untuk setiap siswa, atau dengan menawarkan berbagai cara untuk mengakses materi pembelajaran. Selain itu, pendekatan diferensiasi dalam Kurikulum Merdeka juga dapat dilihat dari fleksibilitas metode penilaiannya. Penilaian tidak lagi difokuskan pada hasil akhir berupa nilai numerik semata, tetapi lebih menekankan pada proses belajar siswa dan kemajuan yang dicapainya secara individu. Guru didorong untuk melakukan berbagai penilaian, misalnya melalui proyek, portofolio, atau observasi, yang memungkinkan guru memperoleh gambaran yang lebih holistik tentang perkembangan setiap siswa. Dengan cara ini, siswa tidak hanya dinilai berdasarkan standar yang seragam, tetapi juga berdasarkan potensi dan kemajuan masing-masing. Hal ini sejalan dengan prinsip Kurikulum Merdeka yang menghargai keberagaman dan memberikan ruang bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
   Penerapan pembelajaran diferensiasi dalam Kurikulum Merdeka juga erat kaitannya dengan pemberdayaan siswa sebagai pembelajar mandiri. Siswa diberi kesempatan untuk lebih terlibat dalam proses pembelajaran, termasuk dalam memilih metode dan sumber belajar yang sesuai dengan gaya belajarnya. Misalnya, siswa dapat memilih untuk belajar melalui video, buku, diskusi kelompok, atau eksperimen langsung, tergantung pada metode yang mereka sukai dan anggap paling efektif. Hal ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemandirian dan tanggung jawab atas proses belajar mereka sendiri, yang pada akhirnya akan meningkatkan motivasi dan hasil belajar mereka. Dalam penerapannya, pembelajaran terdiferensiasi juga menuntut adanya perubahan peran guru. Guru tidak lagi hanya berfungsi sebagai sumber informasi atau pengajar yang sepenuhnya mengendalikan jalannya pembelajaran, tetapi lebih sebagai fasilitator yang membantu siswa menemukan potensi dan cara belajarnya sendiri. Guru perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang karakteristik setiap siswa, serta keterampilan untuk merancang dan mengelola kelas yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan semua siswa. Tantangan yang dihadapi dalam pembelajaran terdiferensiasi adalah bagaimana guru dapat menjaga keseimbangan antara memberikan perhatian individual kepada setiap siswa dan tetap mengelola kelas secara keseluruhan. Di sisi lain, meskipun pembelajaran terdiferensiasi memiliki banyak keuntungan dalam menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan menanggapi perbedaan individu, terdapat beberapa tantangan dalam implementasinya, khususnya di Indonesia. Salah satu tantangan utama adalah kesiapan guru. Tidak semua guru memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadai untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran terdiferensiasi. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan dan pendampingan yang intensif bagi guru agar mampu merancang dan mengimplementasikan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip diferensiasi. Selain itu, tantangan lainnya datang dari infrastruktur dan fasilitas pendukung yang belum merata di berbagai daerah. Di sekolah dengan sumber daya terbatas, penerapan pembelajaran terpadu mungkin menghadapi kendala teknis, seperti kurangnya akses ke beragam sumber belajar atau dukungan teknologi.
   Kurikulum Merdeka memberikan ruang yang cukup luas bagi pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi, namun hal ini harus dibarengi dengan dukungan kebijakan, infrastruktur, dan peningkatan kapasitas guru. Pembelajaran berdiferensiasi memiliki potensi besar untuk membantu setiap siswa mencapai potensi maksimalnya, tanpa memandang latar belakang dan kemampuannya. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan, penting bagi seluruh pemangku kepentingan di dunia pendidikan untuk bekerja sama mendukung pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi secara efektif. Kurikulum Merdeka merupakan momentum penting dalam reformasi pendidikan di Indonesia, yang diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam cara pandang dan pengelolaan proses belajar mengajar di sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H