Beberapa waktu lalu sempat menonton acara Tedhak Siten (turun tanah) anaknya Rafi Ahmad dan Gigi. Yang menarik dicermati adalah bahwasannya tradisi upacara turun tanah dikenal hampir di seluruh Nusantara, terutama masyarakat Jawa-Bali-Lombok-Sumatra (khususnya Aceh), padahal setahu saya dalam ajaran Islam tradisi yang demikian tidak dikenal. Lalu, dari manakah tradisi ini berakar?
Tidak sulit menjawab pertanyaan yang demikian, sebab dahulu nusantara pernah diperintah Majapahit, dimana agama resmi kerajaan adalah Hindu dan Budha. Dengan demikian dapatlah kiranya kita berasumsi bahwa ajaran Veda ditradisikan pada pemerintahan kerajaan-kerajaan Hindu terutama kerajaan Majapahit.
Dalam ajaran Veda, dikenal istilah Sanskara; Sanskara (rite of passage), kadang disebut Samskara (ini bukan pilosofi tentang lahir berulang). Samskara ini merupakan rentetan ritual keagamaan dari sebelum terwujudnya janin (sebelum kehamilan) hingga ritual kematian. Artinya, seseorang dari sebelum ada sampai tiada, ia mendapat upacara dalam mengarungi kehidupan di dunia ini, seperti: Upacara sebelum kehamilan, upacara bayi dalam kandungan, upacara kelahiran, tiga bulan, keluar rumah, pemberian nama, potong rambut, makan nasi pertama, bertindik, belajar veda, tamat belajar veda, menikah, dan upacara kematian. Dalam Wikipedia urutannya dimulai dari upacara pernikahan.
Menurut kitab Gautama Dharmasutra ada 48 jenis samskara. Sastra lain mengelompokan menjadi 12 jenis samskara, ada pula mengelompokan ke dalam 18 jenis. Akan tetapi dalam tradisi, yang utama ada 16 jenis Samskara. Beragam pengelompokan ini kemungkinan akibat ritual atau upacara ini ada di dalam tradisi agama-agama turunan dari Veda seperti Hindu, Budha, Jaina, dan lainnya.
Ritual yang ada dalam ajaran Veda tersebut juga menjadi tradisi Nusantara, akan tetapi sudah mengerucut, ritual yang penting-penting saja dipertahankan, seperti upacara bayi dalam kandungan, tiga bulanan sekalian pemberian nama, upacara pernikahan (Wiwaha Samskara) dan upacara kematian. Waktu pelaksanaan ritual tersebut pun berbeda-beda.
Upacara turun tanah yang dikenal di nusantara serupa dengan Nishkramana Samskara. “Niskramana, berarti bebas ke luar. Maksudnya, bayi yang selalu berada di dalam rumah bersamaan sang ibu bisa dibawa ke luar rumah setelah dilaksanakan upacara Niskaramana Samskara.”-“ Menurut Gobhil Grhasutra : Niskramana, sebaiknya dilaksanakan pada bulan ketiga setelah kelahiran. (jannat yahtratiyah jautsnah tasya tratiyayam). Namun, Paraskara Grhasutra mengijinkan bila samskara tersebut dilaksanakan pada bulan keempat.” (Kalau tak salah, dulu saya mengutip kalimat ini dari buku 108 Mutiara Veda, namun bukunya hilang dipinjam teman).
Serupa pula dengan perintah kitab suci Manawa Dharmasastra adyaya II sloka 34, seperti disebutkan , “Di bulan keempat harus dilakukan upacara Niskramana bagi bayi itu. ..”
Di Bali, upacara turun tanah ada yang melaksanakannya pada saat telu bulan (tiga bulan Bali) setelah kelahiran bayi, ada pula saat satu weton (enam bulan). Di Aceh berbeda lagi, upacara turun tanah dilaksanakan ketika bayi berumur 44 hari. Di Jawa pada bulan ketujuh kalender jawa (bulan ke delapan dalam tahun masehi).
Masih ingat dengan film Mahaputra (produksi India)? Ketika salah satu saudara Mahaputra berumur beberapa bulan diadakan upacara turun tanah. Salah satu tradisi yang menarik adalah acara sang anak memilih barang apa yang akan diambil pertama, hal itu disimbolkan akan menjadi apa dia di masa depan. Tradisi ini pun juga ada dalam rangkaian Thedak Siten di Jawa, seperti tedhak siten Rafatar.
Sebagaimana dikutip dari situs berita okezone, saat prosesi memilih benda, tak disangka Raffatar memilih peralatan tentara di beberapa pilihannya. "Milih kacamata dokter, tasbih, pistol dan peralatan tentara. Nanti Raffatar mau jadi apa aja terserah. Yang penting dia jadi anak soleh," papar Gigi menanggapi.
Baca juga Ritual Nyadran Berasal Dari Tradisi Veda