Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Larangan Menolak Permintaan

21 November 2012   05:30 Diperbarui: 22 Juli 2015   19:20 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13534738391266280036

 

[caption id="attachment_210535" align="aligncenter" width="549" caption="Anak kecil yang dengan senang hati bersedekah (sumber: www.collection27.blogspot.com)"][/caption]

Om Namah Shiva Ya

Adakalanya kita melihat seseorang menolak permintaan orang lain, terutama persoalan sedekah (danam). Terlebih lagi yang meminta adalah pengemis jalanan, tidak tanggung-tanggung pengemis itu hingga diusir dan dimarah-marahi.

Yang menjadi permasalahan, seringkali sang pengemis atau peminta-minta itu ternyata anak buah orang yang sudah mapan atau mungkin anak buah orang kaya. Sehinga kita dihadapkan dengan sebuah dilema, sedangkan agama mengajarkan dilarang menolak permintaan, terlebih lagi permintaan dari fakir miskin sebab hal itu akan menjadikan kita berhutang dalam hidup ini dan di kehidupan selanjutnya.

Rsi Suta berkata:

“Seseorang harus memberikan apa yang diminta oleh orang lain sesuai dengan kemampuannya. Jika sesuatu diminta, dan tidak diberikan maka ia akan berhutang dalam jumlah yang sama pada kelahiran berikutnya” (Siva Purana, Vidyeswara Samitha XIII.78).

Bersedekah sudah merupakan kewajiban manusia dan merupakan kewajiban utama di jaman Kali, Kali Yuga. Bersedekah tidaklah akan menjadikan seseorang miskin. Sedekah juga dikatakan sebagai penebusan dosa, terutama menebus dosa yang dilakukan dengan tidak sengaja akibat kesalahn yang dilakukan dalam bekerja, menjalankan usaha. Di dalam kitab Siva Purana dinyatakan bahwa seorang pedagang (pengusaha) harus menyedekahkan hasil usahanya 6% sebelum ia menikmati hasilnya, seorang petani 10% dari hasil pertaniannya. Percaya atau tidak, Tuhan akan melimpahkan karunia-Nya berlipat-lipat kepada orang-orang yang dermawan dan sebaliknya akan mengambil anugerah yang pernah dilimpahkan dari orang-orang kikir, pelit, baik pelit harta maupun pelit ilmu.

“Berdermalah untuk tujuan yang baik dan jadikanlah kekayaanmu bermanfaat. Kekayaan yang didermakan untuk tujuan luhur tidak pernah hilang. Tuhan Yang Maha Esa memberikan jauh lebih banyak kepada yang mendermakan kekayaan untuk kebaikan bersama“. (Atharwa Veda III.15.6). Kekayaan bukan hanya berupa harta, bahkan kekayaan yang sejati adalah berupa ilmu, terutama pengetahuan tentang Tuhan. Di dalam kitab Canakya Niti Sastra dinyatakan bahwa orang yang tidak berilmu adalah orang miskin meski dia kaya. Bhagavad Gita menyatakan bahwa semua pekerjaan berpusat pada ilmu.

Apabila seseorang memiliki kekayaan berupa ilmu maupun harta, sudah sewajarnya disedekahkan kepada orang lain. Ilmu yang disedekahkan akan menyebar secara berantai. Misalnya pada mulanya diberikan kepada si A, sedangkan si A memberikan kepada orang lain, demikian seterusnya. Sehingga ilmu maupun harta itu menjadi menyebar kepada banyak orang.

Perumpamannya seperti bermain sepak bola. Bola yang ditendang kesana-kemari oleh 22 orang dan diperebutkan untuk mencapai tujuan (gol), dengan cara yang telah ditentukan dalam peraturan persepakbolaan. Dengan cara itu semua pemain bisa merasakan bagaimana menendang bola, mengoper, menyundul, dan lain sebagainya, meski bola itu hanya satu. Tak jauh berbeda dengan uang; dari seorang pengemis uang pindah tangan ke pemilik warung (dibelanjakan), dari pemilik warung pindah ke pengusaha lainnya, dari situ pindah ke petani. Demikian seterusnya. Dengan cara itu kita bisa merasakan memiliki uang.

Sedikit berbeda dengan berderma ilmu atau pengetahuan, sangat unik dan aneh. Apabila pengetahun berpindah dari seorang guru kepada muridnya; pengetahuan yang dimiliki seorang guru tidak akan berkurang, sebaliknya justru semakin matang atau bertambah. Oleh karena itulah jangan takut bersedekah ilmu maupun harta.

“Hendaknya bekerjalah kamu seperti dengan seratus tanganmu dan mendermakan hasilnya dengan seribu tanganmu. Bila kamu bekerja dengan kesungguhan dan kejujuran, hasil yang akan diperoleh akan berlimpah ruah, beribu kali. Bagi yang mendermakannya, sesuai dengan keperluannya, Tuhan Yang Maha Esa akan menganugerahkan rahmat-Nya“. (Atharva Veda III.24.5).

Tuhan tidak akan pernah ingkar pada janji-Nya bahwa orang yang dermawan akan menjadi orang kaya kelak dan hartanya langgeng. Sejak dari jaman purba telah diciptakan Hukum yang demikian. Hukum Tuhan yang seperti itu adalah hukum abadi ’sanatana dharma’. Namun perlu diketahui pula bahwa kekayaan yang diperoleh tidak bertentangan dengan Dharma akan langgeng sampai tujuh turunan, sedangkan kekayaan yang diperoleh melanggar Dharma hanya mampu bertahan beberapa tahun.

Perlu digarisbawahi bahwa dalam bersedekah tidak boleh mengharapkan pahala meski pahala itu akan menanti. Ketika seseorang mengharapkan pahala dalam membantu seseorang atau bersedekah justru ia akan ditimpa malapetaka, seperti ditipu oleh orang lain, dan malapetaka lainnya.

Pahala sedekah, kitab Canakya Niti Sastra menyatakan bahwa sedekah laksana air hujan. Air samudera yang menguap berjatuhan kembali ke bumi berlipat-lipat, tidak jarang hingga menyebabkan banjir besar. Lengkapnya berbunyi sebagai berikut:

Wahai para dermawan yang bijaksana, persembahkanlah dana puniyamu (bersedekahlah) kepada orang yang tepat dan pada waktu yang tepat, selain itu jangan. Air laut yang sampai pada permukaan awan menjadi manis, sesampai di bumi memberikan hidup kepada mahkluk-mahkluk yang bergerak (manusia, binatang, dll) dan kepada mahkluk-mahkluk yamg tidak bergerak (rerumputan, tumbuhan, dll) dan akhirnya kembali lagi ke lautan dengan jumlah puluhan juta kali. (Canakya Nitisastra VIII.4).

Selanjutnya di dalam Hitopadesha dinyatakan “Sejahterakanlah orang-orang miskin, wahai anak Kunti: Jangan berikan kekayaan kepada orang-orang kaya; Bagi mereka yang sakit, obat adalah benda yang bermanfaat. Apa gunanya obat bagi seseorang, yang mana dia bebas dari penyakit (orang sehat). Dan lagi: Derma yang diberikan kepada seseorang, yang tidak dapat membalas jasa tersebut, pada waktu dan tempat yang tepat, dan kepada siapa yang memang pantas menerima, maka hal ini dianggap sebagai yang terbaik”.

Dari sloka tersebut syarat sedekah diberikan kepada mereka yang tidak mampu atau fakir miskin, pada waktu yang tepat, misalnya pada pelaksanaan suatu yadnya, pada tempat yang tepat, misalnya di tempat suci.

Lalu pertanyaannya, apakah dibenarkan memberi sedekah kepada peminta-peminta di jalanan? Sedangkan pada sloka Siva Purana di atas kita dilarang menolak permintaan seseorang dan di satu sisi sedekah dianjurkan diberikan kepada orang yang tepat pada waktu yang tepat serta pada tempat yang tepat pula?

Menurut hemat saya, ada baiknya mereka diberikan sumbangan meskipun kalau ternyata sang peminta-minta dibawah suruhan orang lain. Sang peminta-peminta menjadi pengemis melakukan itu pasti demi mencari makan karena tidak mampu.

Om Tat Sat

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun