[caption id="attachment_382428" align="aligncenter" width="563" caption="Penari Telanjang Grahadi Bali Entertainment (Foto by Pan De Besi)"][/caption]
Di Indonesia kian marak adanya club malam yang menyediakan tarian telanjang atau striptis, meski telah diberlakukan Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Seakan undang-undang pornografi tak bertaji. Hanya indah dalam tataran norma akan tetapi lemah dalam penegakan.
Tarian telanjang marak terjadi di pusat-pusat kota. Tarian telanjang pernah marak di Pekan Baru, begitu pula beberapa bulan yang lalu tarian telanjang menghebohkan Malang, Jawa Timur.
Ternyata tarian telanjang juga terjadi di Bali. Menurut penuturan seseorang di media sosial, yang tak mau disebutkan namanya, tarian telanjang di Bali sudah biasa terjadi, dan pemerintah tidak menindak tegas club-club malam yang menyediakan tarian telanjang.
Namun, pada bulan Mei lalu, berdasarkan portal berita rimanews, Kejaksaan sidik kasus striptis di diskotik Denpasar. Para penari telanjang dan pemilik diskotik dijerat dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Dalam pasal itu disebutkan bahwa setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya dengan ancaman pidana selama-lamanya sepuluh tahun penjara.
Para penyedia tarian telanjang ternyata tak gentar, kemarin (12/12) beredar foto penari telanjang di salah satu club malam. Seperti terlihat pada foto, tarian telanjang ini berlokasi di club malam Grahadi Bali, Kuta. Pemerintah, dalam hal ini Satpol PP kabupaten Badung harus menindak tegas club malam bersangkutan, yang menyediakan tarian telanjang yang bertentangan dengan Undang-Undang Pornografi.
Beredarnya foto tarian telanjang tersebut, terjadi pro-kontra di media sosial. Sebagian menanggapi sebagai sesuatu yang biasa, ada pula yang merasa gerah dengan penyediaan tarian telanjang di club malam, yang bertentangan dengan kesusilaan dan budaya Bali.
Salah seorang pengguna media sosial menyebutkan, penari telanjang ini tidak hanya berasal dari luar Bali tetapi juga wanita Bali, wanita lokal.
Fenomena ini merupakan sebuah kemunduran bagi budaya Bali dan Pariwisatanya. Tak bisa dipungkiri, hal ini merupakan salah satu dampak negatif dari pariwisata. Seharusnya pariwisata untuk Bali, bukan Bali untuk pariwisata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H