Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenapa Kucing Mati Harus "Diaben"?

26 Desember 2017   17:35 Diperbarui: 27 Desember 2017   17:18 2522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari yang lalu sepupu saya menabrak kucing hingga tewas, untung saja orangnya tidak kenapa-kenapa. Hanya saja truknya mengalami kerusakan dan ganti kerusakan rumah orang yang diseruduk. Keluarga memutuskan untuk mengabenkan si kucing yang telah meninggal dunia, mati salah pati.

Masyarakat Bali percaya bahwa bila seseorang menabrak kucing hingga tewas maka akibatnya 'pelaku' akan mengalami sial berulang. Oleh karena kenyataannya banyak yang terjadi demikian masyarakat berusaha meminimalisir hal-hal yang tak diinginkan dengan ritual ngabenkan si kucing. Yang menjadi pertanyaan kemudian, kenapa kucing mesti diaben?

Pada dasarnya, ajaran Hindu melarang membunuh mahkluk bernyawa secara sembarangan yang dikenal dengan istilah 'Ahimsa Karma': tan amati-mati, baik yang dilakukan dengan sengaja maupun tak sengaja. Bila hal itu dilakukan maka seseorang hendaknya melakukan penebusan dosa. Dalam konteks masyarakat Bali penebusan dilakukan dengan ritual atau banten.

Kita bisa ambil contoh seseorang yang bercocok tanam; petani, sebelum dan sesudah panen selalu menghaturkan persembahan. Tujuannya selain sebagai rasa syukur, sebenarnya sebagai bentuk permohonan maaf atas dosa yang kita lakukan saat bertani kepada Sang Pemilik Utama ciptaan di alam semesta ini yaitu Dewa yang Agung. Lebih-lebih secara sengaja membunuh hama secara besar-besaran, seperti membunuh tikus di  sawah, maka ada tradisi mengabenkan Jero Ketut alias tikus.

Demikian pula halnya dengan kucing, kita mengabenkannya sebagai bentuk permohonan maaf kita kepada Tuhan karena kita telah membunuh ciptaan-Nya. Berdasarkan pengamatan orang-orang spiritual yang mampu berkomunikasi dengan dewa, sesungguhnya makluk-makluk hidup yang bernyawa tersebut mampu berkomunikasi dengan dewa dan apesnya kita akan dikutuk oleh mahkluk yang kita bunuh tersebut. Oleh karena itu, sebelum terjadi hal-hal yang tak diinginkan kita memohon ampunan kepada Yang Kuasa.

Selain itu, membunuh hewan peliharaan orang lain juga akan dikutuk atau disumpahi oleh si empunya atau yang memelihara. Bahkan ngerinya ada yang hingga membuatkan banten bila hewan kesayangannya dibunuh seseorang sembarangan. Bisa kebayang tidak kita didoakan ke hal-hal yang tak baik, dan memang doa yang didasari dengan ritual sering kali mujarab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun