Contoh lainnya:
Mimpi berada di rumah lama (aslinya sudah tidak ada). Disana saya mau tidur diikuti guru (bapak saya). Saat mau tidur, di tempat tidur menemukan kulit ular berceceran, ular berganti kulit. Saya menduga ularnya masih dekat. Lalu ada sesuatu bergerak di bawah baju di dekat bantal. Lalu ular itu ditekan bapak saya. Lalu tersadar dari mimpi.
Makna mimpi ini kemungkinan ada orang yang mencoba menyerang dengan ilmu hitam tetapi saya mendapat pertolongan dari bhatara Hyang guru. Hal ini didukung mimpi berikutnya.
Mimpi berada di kamar omnya, disana saya sedang jatuh sakit, sakit berat, mau dioperasi karena di jari telunjuk terdapat benjolan. Dokter menduga itu sakit tumor. Lalu telunjuk saya dibedah. Ternyata di dalam benjolan itu terdapat batu kerikil berisi lingkaran besi kuning, seperti emas. Lalu saya terbangun.
Dugaan saya mimpi ini memperkuat mimpi sebelumnya. Saya tidak begitu memikirkan mimpi ini yang terpenting tidak kenapa-kenapa karena sudah diselamatkan dewa yang menyamar menjadi dokter. Dugaan saya hampir mengena, sesuai mimpi selanjutnya.
Mimpi sedang tidur di kamar lalu datang bapak saya. Beliau bercerita bahwa saya mimpi sakit tumor itu karena ada orang Jawa yang menyerang saya dengan ilmu hitam. Saat terbangun dari mimpi cukup kaget juga. Masak tak pernah buat masalah dengan orang Jawa tetapi saya dicoba oleh orang luar. Mungkin akibat saya senang menulis cerita mimpi, mungkin saya dikiranya dukun berilmu, padahal tidak tahu apa-apa, hanya saja senang belajar menafsirkan mimpi dan ditulis di media sosial.
Contoh berikutnya:
Suatu ketika saya bingung memaknai mimpi beberapa hari sebelumnya, dimana saya mimpi bertengkar dengan seorang lelaki, berebut seorang gadis. Kejadian mimpinya dekat palinggih Sang Wengi. Dalam kenyataan cewek itu memang diperebutkan. Saya bertanya-tanya kenapa saya mimpi bertengkar dengan orang yang diajak berebut cewek, ada apa di balik mimpi itu. Lalu malamnya saya mimpi yang menjelaskan pertanyaan saya tersebut.
Dalam mimpi itu saya berada di arena judi, lalu taruhan hingga akhirnya kalah berjudi, padahal saya tidak bawa uang. (Aslinya saya hampir tidak pernah berjudi, bukan hobi saya). Setelah kalah, saya pergi dari arena judi, lalu saya dikatakan punya hutang oleh bandar judi. Kemudian pulang. Sampai di rumah saya memberi sapi makan, berjalan ke arah selatan dari rumah (realitanya saya tidak punya sapi).
Setengah sadar dari mimpi mendengar sabda bahwa saya punya hutang banten (ritual) yaitu punya hutang sesangi (nazar), 'Ngelah hutang sesangi banten.' Sabda ini seperti muncul dari lubuk hati, di sisi lain seperti terdengar dari luar tubuh. Setelah sadar seutuhnya saya renungkan maknanya, ternyata cocok. Makna banten berasal dari kronologi memberi pakan sapi. Sapi atau sampi ngaran sampian, sampian ngaran banten (ritual). Tak lama kemudian saya mimpi lagi.
Dalam mimpi itu datanglah bapak saya yang biasa dipanggil guru. Saya melihat beliau dari tempat tidur, saya ingat sedang tidur tetapi bisa melihat bapak saya berjalan bisa menembus semua benda seperti tembok, tiang, dsb. Lalu beliau menjelaskan bahwa mimpi itu tandanya saya harus membuat banten pejati gede, bukan pejati biasa. Banten Pejati tersebut disuruh dihaturkan di Palinggih Sang Wengi dekat sekolah SMP. 'Ingat tak ingat pernah bernazar, tak ada ruginya mempersembahkan banten pejati disana' demikian ujar beliau.