Salah satu sarana yang digunakan masyarakat tradisional untuk mendeteksi sesuatu yang tidak dijangkau panca indera adalah dengan tanda-tanda kedutan. Bisa dikatakan kedutan bagian dari indra keenam manusia tingkat dasar. Kedutan biasanya sering dialami oleh orang melik, orang yang dianugerahi kelebihan secara spiritual. Sering pula dialami orang awam namun tidak disadarinya.
Tubuh manusia sesungguhnya miniatur dari alam semesta yang maha luas. Sama halnya dengan di alam semesta, dalam diri manusia juga terdapat dewa-dewi yang berada di berbagai bagian tubuh manusia. Sedangkan dewa yang paling agung (Tuhan) bersemayam dalam lubuk hati manusia sebagai parama atma (siwa atma). Terdapat 108 dewa-dewi dalam tubuh manusia yang utama.
Dari hal itu banyak yang berpendapat bahwa kedutan terjadi karena dewa masing-masing dalam tubuh bekerja, lalu diberitahu melalui tanda kedutan. Mungkin benar demikian, belum ada yang memberi petunjuk yang jelas bagaimana kedutan bekerja. Meski demikian saya memiliki argumen tersendiri akan hal itu. Seperti diketahui bahwa pikiran manusia berbentuk gelombang energi yang sangat halus, tidak berwujud, layaknya signal hp.Â
Gelombang energi pikiran manusia yang satu dengan yang lainnya akan terhubung bila orang tersebut menyebut nama seseorang dan secara otomatis memikirkan orangnya maka gelombang pikirannya memantul kepada orang yang sedang dibicarakan atau dipikirkan. Demikian pula nada-nada yang keluar dari mulut kita memunculkan suatu gelombang energi yang tercipta dari getaran suara kita. Lalu gelombang energi nada-suara maupun pikiran kita akan memancar kepada seseorang, lalu diterima oleh tubuh halus seseorang dan kemudian menimbulkan getaran pada tubuh fisik.
Gelombang energi pikiran ataupun nada suara tertentu akan terpantul pada bagian tubuh tertentu pula. Apakah gelombang energi negatif (misalnya pembicaraan buruk) ataukah gelombang energi positif (misalnya pembicaraan baik) dan gelombang pikiran wanita ataukah lelaki. Dengan demikian, bila berbeda bahasa yang digunakan oleh suatu masyarakat, maka berbeda pula arti kedutannya, sehingga memaknai kedutan di masyarakat yang berbeda bahasa, beda agama, beda tradisi tidak bisa disamakan, tidak bisa dijadikan patokan oleh masyarakat yang berbeda suku. Sama halnya dengan makna mimpi, akan berbeda maknanya bila sudah berbeda agama, beda tradisi, beda bahasa. Meski adakalanya memiliki kesamaan, terutama masyarakat yang masih memiliki sejarah leluhur yang sama, seperti Jawa-Bali-Lombok.
Kedutan tidak hanya pertanda akan adanya interaksi dengan seseorang, melainkan juga interaksi di alam gaib maupun di alam mimpi. Contoh misalnya, saya pernah kedutan di leher kiri, pertanda musuh datang. Lagi sebentarnya saya perang gaib dengan musuh. Contoh lain yang bersumberkan dari tradisi Jawa yang saya pelajari dari Internet, yang kebetulan terbukti kebenarannya diantaranya; Kedutan di punggung kanan, pertanda akan bertemu orang berilmu. Malamnya saya mimpi diajari nyengceng (salah satu perangkat gambelan bleganjur) oleh bhatara HyangGuru, menyamar jadi bapak saya, biasa dipanggil guru. Pernah juga kedutan di paha kiri, pertanda akan bersanggama.Â
Malamnya saya mimpi bermesraan dengan seseorang. Kedutan di dada kanan, pertanda akan berpelukan dengan lawan jenis. Malamnya seorang gadis yang disayangi berseliweran dalam pikiran dan tanpa sadar membangkitkan gairah. Hal ini pertanda gadis itu memikirkan saya. Lalu saya kayalkan gadis itu diajak berpelukan, bermesra-mesraan. Ada banyak lagi contoh lainnya. Oleh karena itu, menggali makna  kedutan adakalanya tidak bisa ditafsirkan mentah-mentah. Umpamanya berkedut di dagu: akan mendapat rejeki berupa makanan. Hal itu bukan berarti dalam waktu dekat akan dapat makanan, tetapi hal itu bisa juga dimaknai bahwa apa yang kita kerjakan saat itu suatu saat akan berhasil.
Hal serupa dengan kedutan, ada istilah nengnongan. Nengnongan tidak begitu penting ketimbang kedutan, bahkan bisa dikatakan tak memiliki arti. Nengnongan rasanya di kulit seperti ada yang menyentuh, sentuhan kecil. Sedangkan kedutan rasanya urat kita seperti ditarik ke dalam. Apabila kita dipikirkan atau dibicarakan secara intens dan terfokus tidak hanya menimbulkan kedutan melainkan juga kejutan pada tubuh, tak jarang tubuh kita sampai terpental. Kejutan pada tubuh (bahasa bali: makejetan) terjadi pada saat kita ngantuk, lalu hilang kesadaran sejenak (bahasa bali: ngliyer) akibat dibicarakan atau dipikirkan orang terlalu terfokus dan agak lama. Adakalanya juga terjadi pada saat sadar, rasanya jadi seperti orang sakit saraf. Hal itu terjadi apabila kita tetap memaksa untuk sadar sehingga yang terjadi adalah menguap berulang kali. Bila menguap dibicarakan orang, seringkali didahului kedutan.
Dari hasil hifotesa saya, bila lengan kiri mendapat kejutan itu pertanda dibicarakan hal baik oleh wanita. Bila lengan kanan: laki-laki. Bila kaki kanan mendapat kejutan, tandanya dibicarakan buruk oleh orang laki-laki. Bila kaki kiri: dibicarakan buruk oleh wanita. Bila di hidung mendapat kejutan disertai keluar nafas, itu pertanda seseorang merasa kaget hingga nafasnya sempat terhenti. Bila kanan - kiri mendapat kejutan secara bergantian, itu tandanya dibicarakan laki dan perempuan. Bila di kepala, kemungkinannya seseorang sedang memikirkan kita secara terpokus. Misalnya dikayalkan. Bahkan adakalanya tubuh kita mengikuti gerakan orang yang memikirkan kita. Contohnya; entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba saya mengantuk, lalu hilang kesadaran. Saat hilang kesadaraan melihat orang yang disayangi bibirnya manyun. Tanpa sadar bibir saya ikut manyun.
Hifotesa di atas berdasarkan pengalaman saya waktu sempat dianugerahi indra keenam tingkat dasar: melihat orang lain yang sedang memikirkan atau membicarakan saya saat hilang kesadaran sejenak. *Kemampuan ini telah hilang.
Tubuh mendapat kejutan tak hanya hubungannya dengan manusia. Bisa juga pertanda hadirnya mahkluk gaib. Bila bagian tubuh bawah pusar mendapat kejutan, misalnya kaki, pertanda makluk gaib yang setara dengan manusia yang datang, seperti memedi (roh orang mati), sang wengi (sebangsa jin), dsb. Apabila tubuh bagian atas mendapat kejutan, misalnya kepala, maka mahkluk gaib suci yang datang, seperti Sesuunan (dewata), Bhatara Kawitan (Leluuring leluhur), Bhatara Hyang Guru, Dewa Hyang (leluhur), dsb.Â