Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memuja Tuhan dengan Sembah

20 Oktober 2014   01:49 Diperbarui: 8 Juli 2015   19:19 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Dalam ajaran Veda, ada beberapa bentuk cara memuja Tuhan. Yang sering disebut-sebut yaitu dengan bersujud, (Sastangga dan Dandavat). Sehingga dengan mudah kita melihat orang-orang India memuja Tuhan didahului dengan bersujud, kemudian menyanyikan nama suci Tuhan dengan gembira, baik berdiri maupun duduk.

Hal yang berbeda kita lihat di Indonesia, dimana masyarakat penganut Veda memuja Tuhan dengan sembah, ‘nyumbah’. “Yang dimaksud dengan sembah ialah sikap menghormati yang disertai dengan rasa bakti dan penyerahan diri secara ikhlas” (Babad Bali).

Sikap sembah yang ditunjukan kepada Tuhan, dewa, dan leluhur berbeda dengan sikap sembah yang ditunjukan kepada orang yang dimuliakan, misalnya kepada Rsi (Sulinggih). Sikap sembah kepada Tuhan, Ida Sanghyang Widhi Wasa dengan mencakupkan kedua tangan di atas kepala, sembah kepada orang suci dengan mencakupkan tangan di dada/ulu hati. Dan sikap sembah kepada bhuta dengan mencakupkan tangan di pusar.

Pertanyaannya kemudian, apakah cara memuja Tuhan dengan sembah merupakan tradisi Nusantara, ataukah memang ada sumber sastranya, sumber hukumnya di dalam kitab suci Veda?

Jika kita cermati film Mahabharata dan Mahadewa, kita bisa saksikan para iblis (Asura: Daitya, Danawa, Gandarwa, Raksasa, Kinara) ketika memuja Mahadewa dengan sikap sembah, mencakupkan kedua tangan diangkat tinggi di atas kepala, berdiri dengan satu kaki. Demikian pula halnya yang dilakukan Arjuna ketika bertapa di Kailasha (disebut gunung Indra Kila versi Nusantara. Di Nusantara kisah pertapaan Arjuna ditulis dalam kakawin Arjuna Wiwaha, berbahasa Jawa Kuno. Selain kisah ini ditulis didalam Mahabharata, juga terdapat di dalam kitab Siva Purana).

Pemujaan dengan sembah khusus ditunjukan untuk memuja Mahadewa dalam wujud-Nya sebagai Bhatara Siwa (aspek Saguna Brahman, berwujud), sedangkan dalam aspek Nirguna Brahman (tak berwujud) dipuja dalam bentuk Lingga-Yoni, dipuja dengan meditasi, Yoga.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa memuja Tuhan dengan Sembah bukan sekedar tradisi Nusantara, melainkan juga merupakan ajaran Veda, lebih khususnya bersumberkan pada kitab-kitab Purana.

Duh, menguraikan ajaran agama melalui film, hal itu dianggap tidak otentik, tidak valid. Kalau tidak percaya, ya sudah. Tetapi jangan lupa baca kisah di bawah ini:

Sanatkumara bercerita tentang pertapaan Rsi Bargawa (Rsi Sukra, Gurunya para Iblis) untuk memperoleh ilmu yang mampu menghidupkan kembali mereka yang sudah mati, dikenal sebagai mantra ‘Mrtasanjivani’.

Sanatkumara berkata:

Melihat sang rsi yang melakukan tapa brata begitu hebat dengan menjaga keseimbangan pikiran, maka dewa Siva berkenan. Dengan keluar dari wujud Lingga yang dibuat oleh sang rsi, maka dewa Siva yang merupakan suami dari dewi Daksayani kemudian menampakkan diri dihadapannya dengan kecemerlangan yang melebihi seribu matahari. (Siva Purana, Rudrasamhita: Yuddha Kanda L.17-18).

Dewa Siva bersabda:

“Wahai tuan rsi, putra dari rsi Bhrgu, orang suci yang beruntung, Aku berkenan dengan tapa brata yang kau lakukan ini. O Bhargawa, mintalah apa yang menjadi keinginanmu sebagai anugerh dari-Ku. Aku akan memberikannya dengan penuh kasih semua yang kau inginkan. Tidak ada yang tidak bisa diberikan kepadamu.” (Siva Purana, Rudrasamhita: Yuddha Kanda L.19-20).

Sanatkumara berkata:

Mendengar sabda dewa Siva yang menyenangkan hati itu, Bhargawa menjadi amat senang hatinya. Ia tenggelam dalam lautan kebahagiaan. Sang brahmana kemudian menunduk hormat pada beliau dengan mata yang mekar bagaikan teratai yang mengembang dan tubuhnya gemetar bahagia karena rasa senang yang amat dalam. (Siva Purana, Rudrasamhita: Yuddha Kanda L.21-22).

Dengan telapak tangan terangkat dan disatukan sehingga tercakupkan di atas kepala ia memberi hormat sembari berkata, “Jaya, Jaya”, sang rsi yang senang kemudian mengagungkan delapan wujud Siva dengan mata mengembang. (Siva Purana, Rudrasamhita: Yuddha Kanda L.23).

Bhargava berkata:

Penguasa seluruh alam semesta, sujud kami kepada Anda. Wahai permata surga, Anda bersinar dengan segala kecemerlangan, di angkasa demi kebahagiaan alam semesta dan ketiga dunia. Dengan sinarnya yang cemerlang itu Anda menaklukan segala kegelapan dan keinginan para asura. Wahai mata dari seluruh semesta, Anda bersinar di surga, bumi, dan langit, semuanya terang oleh kecemerlangan Anda yang berlebihan. Anda telah mengusir segala kegelapan, Anda dipenuhi dengan nektar dewa Bulan. Sujud hamba pada Anda. Anda adalah angin, tujuan dari segala kebaikan. Anda layak untuk dilayani dengan penuh hormat. Wahai yang menghidupkan seluruh semesta, siapakah yang dapat hidup tanpa Anda? Wahai yang maha memenuhi, yang tidak terpengaruh oleh apapun, yang memelihara seluruh ciptaan, yang menyenangkan seluruh generasi ular naga, sujud kami pada Anda. (Siva Purana, Rudrasamhita: Yuddha Kanda L.24-26).

 

Semoga kebaikan datang dari segala arah. Om svaha..

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun