Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Galungan, Hari Raya Pemujaan Dewi Parvati

9 Desember 2014   05:35 Diperbarui: 10 Juli 2015   21:25 4488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1418051974216719103

 

[caption id="attachment_340271" align="aligncenter" width="518" caption="Dewi Parvati atau Dewi Durga (141805183432480742)"][/caption]

Hari raya Galungan dirayakan oleh umat Hindu setiap 6 bulan Bali (210 hari) yaitu pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan) sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).[1])

Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya menang atau bertarung. Galungan juga sama artinya dengan dungulan, yang juga berarti menang. Karena itu di Jawa, wuku yang kesebelas disebut Wuku Galungan, sedangkan di Bali wuku yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan. Namanya berbeda, tapi artinya sama.[2])

Istilah Galungan rupanya pertama kali disebut dalam prasasti yang dikeluarkan oleh raja Jaya Sakti tahun Saka 1055, disamping juga sesajen yang bernama Tahapan-stri, persembahan yang ditujukan kepada dewi Durga Sakti Siva, karena dewi Durga-lah yang dapat membasmi berbagai bentuk kejahatan dalam wujud Raksasa. Ciri khas persembahan kepada dewi Durga adalah berupa daging babi yang sampai kini masih tersisa di Bengala dan Nepal dan rupanya penggunaan daging babi ( yang juga diwarisi di Bali) adalah tradisi dari upacara Durgapuja.[3])

Berdasarkan Lontar Purana Bali Dvipa, Galungan pertama kali dirayakan di Bali pada saat Purnama kapat, Budha Kliwon Dungulan, tahun caka 804. Dalam lontar ini disebutkan “Punang aci Galungan ika ngawit Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15 isaka 804, Bangun Indria Buwana ikang Balirajya” artinya : Perayaan (Upacara) hari raya Galungan itu dimulai pada hari Rabu Kliwon (wuku) Dungulan, sasih Kapat, tanggal 15 tahun 804 Caka atau tahun 882 M. keadaan pulau Bali pada waktu itu diibaratkan seperti kediaman dewa Indra. Sejak itu Galungan dirayakan secara meriah sampai bertahan selama kurang lebih tiga abad. Akan tetapi pada tahun 1103 Caka (1181M) yaitu pada zaman pemerintahan Raja Sri Ekajaya, secara serta merta perayaan Galungan ditiadakan. Kekosongan perayaan ini berlangsung kurang lebih selama 23 tahun, yaitu sampai pemerintahan Raja Sri Dhanadi. Selama kurun waktu itu, musibah terus menerus melanda pulau Bali dan konon umur para pejabat menjadi relative pendek. Untuk mengungkap tabir itu, Sri Jaya Kesunu, yang naik tahta menggantikan Sri Dhanadi, mengadakan “Dewasraya” di Pura Dalem Puri Besakih. Dari Ida Bethari Durga yang dipuja disana, akhirnya sang raja mendapat pawisik  bahwa musibah yang melanda pulau Bali disebabkan karena kealfaan pemimpin dan masyarakat dalam melaksanakan Galungan.[4]) Semenjak Raja Sri Jayakasunu mendapatkan bisikan religius itu, Galungan dirayakan lagi dengan hikmat dan meriah oleh umat Hindu di Bali.[5])

Pada hari kemenangan ini, umat melakukan pemujaan terhadap Dewi Durga. Hal ini bisa dibuktikan dari atribut-atribut pemujaan yang melambangkan Dewi Durga.[6])

Di India, hari raya keagamaan yang mirip dengan Galungan dan kuningan adalah hari Durgapuja atau Navaratri yang diakhiri dengan Vijaya Dasami dirayakan hampir di seluruh India. menurut Svami Sivananda dalam bukunya Fasts & Festivals of India (1991) India bahwa permulaan musim panas dan permulaan musim dingin, dua hal yang sangat penting adalah pengaruh Matahari dan Iklim. Pada kedua periode ini adalah kesempatan yang baik memuja iklim. Durga (manifestasi Tuhan Yang Maha Esa sebagai seorang Ibu) yakni dilakukan bertepatan dengan Ramanavani pada bulan Chaitra (April-Mei) dan pada Durga Navaratri atau Vijaya Dasami pada bulan Asuji (September - Oktober). Sri Rama dipuja pada saat Rama Navami sedang dewi Durga dipuja pada Navaratri. Durgapuja ini dirayakan secara besar-besaran dengan menghias altar (tempat pemujaan keluarga, biasanya dalam kamar suci, tidak mempunyai pemerajan seperti kita di Indonesia). Tiga hari pertama pemujaan ditunjukan kepada dewi Durga, tiga hari selanjutnya kepada dewi Laksmi dan tiga hari berikutnya kepada dewi Sarasvati.[7])

Menurut kepercayaan umat Hindu, dewi Durga adalah shakti Siwa. Dalam agama Hindu, Dewi Durga (atau Betari Durga) adalah ibu dari Dewa Ganesa dan Dewa Kumara (Kartikeya).[8]) Nama utama dari dewi Durga adalah dewi Parvati.

Dalam bahasa Sanskerta, kata Pārvatī berarti "mata air pegunungan". Parwati juga dikenal dengan berbagai nama, antara lain: Umā, Gaurī, Iswarī, Durgā, Ambikā, Girijā, dan lain lain.[9]) Menurut kitab Skanda Purana, dewi Parvati mendapat gelar sebagai dewi Durga setelah membunuh iblis Durgamaasura.[10])

Secara sederhana, masyarakat umum beranggapan bahwa hari raya Galungan untuk pemujaan kepada para leluhur, akan tetapi dari uraian tersebut, pada hakekatnya bahwa hari raya Galungan merupakan pemujaan terhadap Ibu alam semesta yaitu dewi Parvati atau dewi Durga, sakti dari penguasa alam jagat raya, Mahadewa. Makna filosofis dari perayaan Galungan adalah untuk memperingati kemenangan kebajikan atas kebatilan.

 

 

[1] Galungan, http://id.wikipedia.org/wiki/Galungan

[2] Buku "Yadnya dan Bhakti" oleh Ketut Wiana, terbitan Pustaka Manikgeni: www.hindubatam.com

[3] http://stahdnj.ac.id/?p=147

[4] http://ngarayana.web.ugm.ac.id/2013/08/menggali-makna-spiritual-hari-raya-galungan/

[5] http://www.hindubatam.com/upacara/dewa-yadnya/hari-galungan.html

[6] Singgin Wikarman: Rerahinan Umat Hindu, Kalender Bali, 2014.

[7] Sudarma, http://stahdnj.ac.id/?p=147

[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Durga

[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Parwati

[10] According to Skanda Purana, the goddess Parvati accounted the name "Durga" after she killed the demon Durgamaasura. http://en.wikipedia.org/wiki/Durga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun