Di Indonesia sudah tidak asing lagi dengan yang namanya “Korupsi”. Mulai dari korupsi dalam hal kecil sampai korupsi dalam hal besar seperti korupsi yang terjadi di dalam pemerintahan. Korupsi di Indonesia ini bukan saja hanya dilakukan oleh pejabat – pejabat tinggi saja, tetapi di kalangan masyarakat biasa pun yang tanpa disadari mereka pernah melakukan tindakan korupsi.
Sekarang banyak sekali pejabat – pejabat tinggi di Indonesia yang tidak segan – segan melakukan tindakan korupsi demi meraih keuntungan pribadi dan tidak memikirkan apa dampak dari yang mereka lakukan, padahal sudah jelas bahwa korupsi itu merupakan tindakan yang sangat merugikan seperti yang sudah dijelaskan dalam pertimbangan Undang – Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 Butir A Tentang Tindak Pidana Korupsi yang isinya adalah “ bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hk-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.”
Tetapi masih banyak para pejabat tinggi yang menghiraukan peraturan yang tertera dalam Undang – Undang tersebut. Seperti yang baru – baru ini terjadi pada kasus suap yang dilakukan oleh Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian yang tertangkap pada Minggu tanggal 4 September 2016 oleh KPK di rumah dinasnya, diduga Yan Anton menerima suap model Ijon dari pengusaha rekanan Dinas Pendidikan Banyuasin. Selanjutnya, kasus suap yang dilakukan oleh Yan merupakan anggaran proyek di Dinas Pendidikan yang baru akan terlaksana pada tahun 2017, tetapi Yan sudah lebih dahulu mengambil fee untuk dirinya sendiri. Maka KPK bergerak dan melakukan penindakan. Ada uang Rp. 300 Juta dan US$ 11 ribu yang disita.
Penangkapan Yan oleh KPK dianggap Indonesia Corruption Watch (ICW) karena kekuasaaan kepala daerahnya yang cenderung absolute yang membuat fungsi kontrol DPRD dan dari internal kantor Bupati tidak berjalan secara efektif. Sehingga mereka yang mengawasi lebih memilih untuk bersikap profesional sebagai bawahan, akibatnya kebanyakan dari mereka bukan mengawasi tetapi malah ikut memfasilitasi terjadinya korupsi karena Kepala Daerahnya yang tidak bisa disentuh kata Adnan Topan Husodo Aktivis ICW saat dihubungi pada Senin Malam, 5 September 2016. Tetapi Indonesia Corruption Watch (ICW) tidak kaget dengan apa yang dilakukan oleh Yan. Karena modus ijon memang merupakan modus yang paling sering dipakai oleh Kepala Daerah dalam memainkan sebuah Anggaran Proyek.
Yan Anton Ferdian dapat dikatakan sebagai kepala daerah yang terbilang muda yang pada saat dilantik menjadi Bupati Banyuasin, Sumatera Selatan tiga tahun silam, Yan baru berumur 29 tahun. Apalagi sebagai pemimpin yang masih terbilang muda Yan seharusnya lebih banyak menyumbangkan karyanya kepada rakyat Banyuasin. Tetapi karena tersandung kasus suap ijon otomatis merusak kariernya sebagai kepala daerah dan kepercayaan masyarakat terutama masyarakat yang memilihnya saat pilkada menjadi kecewa.
Menurut saya, sebagai pemegang kekuasaan Yan Anton harus mencontohkan hal – hal yang postif kepada orang banyak dan tidak selayaknya merugikan kepentingan orang banyak karena tidak sesuai dengan tujuan negara Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 yaitu Negara harus melindungi dan mencerdaskan segenap bangsa Indonesia dan harus mensejahterakan kehidupan rakyat.
Nama : Mersila Deminito
NIM : 07031381520065
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Kelas : A Kampus FISIP Palembang
Dosen Pengampuh : NUR ASLAMIAH SUPLI BIAM M,Sc