Padahal mama termasuk murid yang berprestasi dan berperingkat 1 di kelas. Saat itu kakak lelaki mama sedang kuliah di Bandung sementara oma adalah seorang orang tua tunggal yang harus menghidupi 6 orang anak, maka mama pun memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya ke universitas dan memilih untuk bekerja.
Selama bekerja, mama tidak pernah menikmati gajinya karena setiap gajian, semuanya dikirimkan untuk biaya kuliah kakaknya di Bandung. Hal ini terus berlanjut sampai mama menikah dengan papa dimana mama berhenti bekerja untuk mengurus keluarga. Kemudian tanggung jawab membiayai kakaknya itu diteruskan oleh papa sampai kakak mama lulus dan bergelar sarjana.
Kembali ke pagi itu, saat papa datang ke rumah mama, singkat cerita papa menawarkan untuk mengantarkan mama ke tempat kerja dan tanpa disangka diterima oleh mama. Kemungkinan besar ini adalah efek dari usaha “lihat genteng rumahnya aja gue udah bahagia”. Oma saat itu sudah senang sekali. Dan yang mengejutkan, sore harinya papa kembali menjemput mama di tempat kerja dan mengantarnya pulang. Kata oma saat melihat itu, “Wahhh kalau begini bisa berlanjut”.
Masa-masa pacaran papa dan mama untuk masa itu tergolong modern atau bahasa kekiniannya “gaul”. Saat malam Minggu papa sering mengajak mama bermalam mingguan berkeliling kota dengan mobil Daihatsu Taft nya dan tidak ketinggalan mengaja adik-adik Mama ikut serta. Pernah juga mereka semua berwisata ke Malino yang saat itu adalah tempat wisata yang popular berudara dingin seperti Puncak.
Suatu waktu Papa pernah dirawat inap di RS Stella Maris, kalau nggak salah menurut cerita oma, ada masalah dengan telinga papa. Ada seorang perawat yang berusaha menarik perhatian papa. Hal ini mengakibatkan mama cemburu dan akhirnya ngambek lalu berujung dengan tidak datang ke rumah sakit untuk menjenguk papa. Papa jadi kalut alias galau lalu memutuskkan untuk datang ke rumah mama, diam-diam meloloskan diri dari rumah sakit dalam kondisi perban yang masih melekat di tubuhnya.
Pada tahun 1979, papa dan mama akhirnya menikah. Dan pada tanggal 20 Agustus 1980 lahirlah anak pertama yang diberi nama Silvani yang artinya “hutan”. Pada tanggal 14 Maret 1982 lahirlah anak kedua yang diberi nama Greisina yang asalnya dari nama kota Gresik yaitu salah satu kota yang papa kunjungi dalam rangka dinas mendekati hari kelahiran putri keduanya. Karena papa mendapat beasiswa melanjutkan pendidikan S2 di Perancis, maka mama dan kedua putrinya tinggal di Indonesia.
Nanti pada tahun 1986 mama juga menyusul papa ke Perancis dan pada tanggal 21 September lahirlah anak ke 3 yang diberi nama Francisca sesuai nama negara tempat kelahirannya. Disusul kemudian dengan kelahiran putri keempat pada tanggal 2 November 1990 yang diberi nama Grazielly yang diambil dari bahasa Spanyol “gracias” yang artinya “terima kasih”. Pada tanggal 26 Februari 1992, lahirlah putra kelima dan yang menjadi satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga kami dan diberi nama Gerard Antoninie mengambil nama professor pembimbing papa.
Walaupun berbeda keyakinan, papa dan mama saling pengertian, menghormati, dan hidup rukun harmonis. Papa juga tak sungkan melakukan pekerjaan rumah tangga dan sangat memahami posisi mama serta memberinya kebebasan.