Selasa, 14 Oktober 2014 (17.00-20.00 Wib)
Kompasiana Nangkring bareng BKKBN di cafe Outback Steakhouse di Kuningan City Mall, Jakarta Selatan.Acara ini bertemakan “Program Kependudukan dan Keluarga Berencana di Era Kepemimpinan Indonesia Raya” . Acara ini juga dihadiri oleh narasumber yang keren ..... mau tau siapa?? dalam acara ini yaitu DR. Sonny Harry B Harmadi (Kepala LDFE UI) dan Drs. Akbar Faizal M.Si (politisi dan deputi Tim Transisi Jokowi).
Moderator: Mbak Wardah, Narasumber:Bpk. Sonny dan Bpk. Akbar Faisal
Diskusi Pertama, Dr. Sonny mengawali dengan pemberian informasi mengenai istilah ‘penduduk’ dan ‘kependudukan’. Menurut beliau, penduduk adalah orang-orangnya, sedangkan kependudukan adalah segala hal yang berhubungan dengan penduduk.
Pakar demografi yang pernah meraih penghargaan sebagai dosen ketiga terbaik di Indonesia oleh Menteri Pendidikan Nasional pada tahun 2010 tersebut juga menjelaskan tentang pentingnya perbedaan pola sosialisasi Keluarga Berencana (KB) di era Kabinet Indonesia Raya kelak. Program KB di masa era Orde Baru bisa dikatakan adalah program yang bersifat wajib karena petugas KB datang ke desa-desa – dengan penyuluhan KB yang lebih bersifat formalitas – dan penduduknya langsung dipasangi alat kontrasepsi, yaitu IUD (spiral) beserta pil KB untuk diminum secara rutin setelahnya. Padahal menurut beliau, sekalipun tingkat pendidikan seseorang masih rendah, beliau yakin dan percaya, orang tersebut pasti tetap bisa diajak untuk bertukar pikiran dan informasi yang bermanfaat, termasuk tentang urusan kependudukan.
Sementara itu, di era pasca reformasi saat ini, dengan akses teknologi dan informasi yang tiada hentinya, Dr. Sonny mengidealkan bahwa keberhasilan program KB di Indonesia dibangun karena adanya informasi yang akurat tentang sejumlah konsekuensi – baik positif maupun negatif - yang harus ditanggung oleh suatu keluarga dengan memiliki banyak anak, apalagi tanpa perencanaan matang. Informasi yang akurat itu nantinya membentuk value dan kumpulan value (mindset) yang tepat serta akan berdampak pada perubahan perilaku yang diharapkan dari seseorang.
Awalnya perubahan sikap dan perilaku memang dimulai dari individu. Namun beliau menuturkan pula, kesadaran dan kesalehan itu seyogyanya tidak hanya dilakukan oleh orang per orang, tetapi harus ditularkan ke banyak orang lainnya. Jika sudah terbentuk kesadaran dan kesalehan sosial, efeknya tidak hanya untuk jangka pendek, tetapi akan terus terasa hingga jangka panjang dan sampai dinikmati oleh generasi mendatang. Itulah yang kelak akan terjadi di Indonesia saat Bonus Demografiterjadi mulai tahun 2015 hingga 2035 atau ketika jumlah penduduk usia produktifmelampaui jumlah usia non-produktif. Keberhasilan KB yang dimulai sejak tahun 1970-an baru terasa manfaatnya setelah 30 tahun pelaksanaanya di Indonesia. Dr. Sonny mencontohkan tentang keberhasilan Korea Selatan dan Cina dalam mengoptimalkan Bonus Demografi yang mereka miliki saat ini. Contoh yang paling nyata adalah menggurita dan naiknya gengsi merk elektronik dari Korea Selatan dan Cina sehingga mengakibatkan fenomena The Death of Samurais. Produk-produk elektronik dari Samsung di Korsel dan Lenovo dari Cina kini sukses meraup untung dengan menguasai pangsa pasar yang tadinya dikuasai oleh para merk jawara dari negara Matahari Terbit antara lain Sony, Toshiba, Sharp, dan Panasonic. Bahkan kini produk Samsung tak kalah pamornya dengan Apple dari Amerika Serikat.
Diskusi kemudian bertambah seru ketika Pak Akbar Faizal tiba, beliau langsung mengemukakan mengenai pentingnya kementerian kependudukan. Karena selama ini BKKBN sering dianaktirikan. Beliau bahkan berkata bahwa di kalangan DPR sendiri juga sangatlah sulit untuk mendapati anggota dewan yang mengerti tentang masalah kependudukan. Beliau memperkirakan bahwa bila 10 persen saja paham mengenai masalah kependudukan, itu sudah patut untuk disyukuri. Hal ini juga diamini oleh DR. Sonny yang berkata bahwa banyak pejabat daerah yang merasa bahwa mereka “dikotakkan” ketika mereka diberi tugas memimpin BKKBN. Pak Faisal Akbar kemudian menimpali bahwa memang isu kependudukkan bukan isu yang “seksi”. Kemudian pak akbar Faizal memberi contoh tentang bagaimana ada seorang juragan tanah di Jakarta, karena anaknya ada 12 (!), anaknya sekarang malah terpaksa mengontrak rumah. Sebuah bukti betapa pentingnya perencanaan keluarga.
Kemudian beliau menjabarkan bahwa kementerian kependudukan dibuat untuk bisa menyinkronkan kebijakan antar kementerian. Dimana menurut beliau, bahwa ada kemungkinan bahwa pada 2050 republik Indonesia akan mencapai titik daya dukung populasi yaitu 350 juta penduduk. Sehingga untuk menghindari terjadinya ini, beliau mendorong betul munculnya kementerian kependudukan.
Diskusi kemudian di Break dengan ishoma.
Setelah ishoma diskusi berpusat pada tanya jawab. dimana pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa 1. Perlunya ada perubahan nilai-nilai yang masih berlaku di masyarakat. 2. Bahwa keteladanan dari pemimpin mutlak diperlukan 3. Kementerian kependudukan perlu dimunculkan 4. Bahwa bantuan dari para netizen untuk menyebarluaskan pesan kependudukan sangat dinanti oleh BKKBN.
Sebagai penutup, Drs. Yunus Noya sebagai Deputi Advokasi dan Informasi BKKBN mengemukakan bahwa jika ingin berhasil di masa digital ini, maka ada tiga pihak yang harus diberdayakan dengan optimal yaitu youth (kaum muda), women (para wanita), dan netizen. Maka tepat sekali dengan adanya kerjasama antara BKKBN dan Kompasiana dalam mensosialisikan informasi terbaru sekaligus terhangat seputar demografi di Indonesia.
Yeah selesai Reportase saya kali ini,untuk kurang lebihnya mohon maaf... :) @MerryKadhita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H