Puisi yang saya tulis ini telah dipublikasikan dalam "Majalah Sastra Indonesia" (MASASI) edisi 3, oleh Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia (KMSI) Undip.
Oleh: Merry Ivana
Saat kau memiliki kesempatan terbebas dari tempat yang menyesakkan dadamu, kau seharusnya merasa gembira.
Namun nyatanya, tepat pada hari kebebasanmu datang, kau mendapati bahwa tubuhmu semakin merasakan sesak.
Jalanan sempit dan panjang penuh kelokan itu membuat perutmu bergejolak.
Kau merasa lehermu dicengkeram tangan yang kuat yang membuatmu ingin memuntahkan sesuatu yang menjijikan.
Gelap yang dipamerkan cakrawala membuat kepalamu merasakan pengar yang bahkan tidak pernah kau rasakan.
Udara yang kau hirup tidak lagi menyejukkan, tetapi terasa mengerikan.
Manusia-manusia yang kau temui tampak berubah wujud menjadi makhluk paling menakutkan yang tidak pernah kau bayangkan.
Kemudian saat kau menengok ke belakang, kau menyadari bahwa tidak ada jalan untuk kembali.
Tidak lagi terdapat tempat bagimu untuk meletakkan kepala barang sejenak. Sakitmu semakin tak tertahankan.
Kau menekan dadamu berharap jantungmu yang berdetak tidak semakin membuatmu menderita.
Bening air yang tak sekalipun kau tunjukkan, dengan kurang ajarnya menetes menuruni wajahmu.
Lalu sebagian kecil otakmu yang masih berfungsi di tengah kabut kegelapan itu memberi suatu pengertian.
Bahwa bebasmu, tidak pernah terjadi.
Bahwa dunia yang kau impikan itu, tidak akan pernah memberi kebahagiaan padamu.
-rry
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H